Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

24 Des 2011

Pikir Dulu Baru Bicara

  • i
Alkisah adalah seorang petani yang untuk pertama kalinya masuk kota besar. Ia bergegas menuju restoran khusus dengan menu “Swieke” (kodok). Ia bertanya dengan enteng apakah ia bisa memasok sejuta paha kodok untuk keperluan restoran itu.
Pemilik restoran itu kaget setengah mati dan bertanya balik, dari mana ia bisa mendapatkan paha kodok sebegitu banyak! Petani itu menjawab, “Di dekat rumahku ada sebuah kolam yang penuh kodok, wuih, pasti ada jutaan. Semalam-malaman mereka itu membuat koor besar mengorek-ngorek sambung-menyambung … pokoknya terus-menerus bersahut-sahutan dan suara mereka hampir-hampir membuatku gila!”
Maka petani dan pemilik restoran itu berunding dan bersepakat membuat suatu perjanjian. Sang petani itu akan menyerahkan paha kodok ke restoran itu, setiap kali kiriman sebanyak 500. Dan dia harus mengirimkannya setiap minggu.
Pada minggu pertama, petani itu kembali ke restoran itu dengan wajah agak lesu dan tanpa semangat, ia membawa serta dua ekor kodok agak kecil, kurang gizi, kebanyakan mendengkur rupanya. Pemilik restoran bertanya, “Lo, kok cuma dua? Katamu ada sejuta kodok?”
Si petani menjawab dengan malu, “Ternyata saya salah Pak. Yang ada cuma dua ekor ini. Tapi anehnya kenapa saya selalu merasa dan membayangkan bahwa mereka ada sejuta ya… Ternyata hanya dua ekor ini saja.”
Kadang-kadang kita juga tidak bisa membedakan mana yang hanya ‘suara 2 ekor kodok’ atau ‘suara sejuta kodok’. 
Kadang-kadang, kita tidak mengetahui dengan tepat masalah atau problem yang ada, dan kita-kita sudah cepat-cepat memastikan: oh masalahnya berat sekali, oh kesulitan saya luar biasa besar, oh saya tak mampu, terlalu berat, terlalu pahit, terlalu sulit… Kita mudah untuk membesar-besarkan masalah atau kesulitan. intisari

0 comments:

Posting Komentar