Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

11 Sep 2012

Kisah Hidup Si Kupu-Kupu Dalam Kepompong

  • i

Terkadang masalah di dalam hidup itu membuat seseorang menjadi dewasa dan berkembang, dan bukan menjadi halangan.
Diceritakan hiduplah seorang pria yang sangat penyayang. Ia selalu memperhatikan alam dan kehidupan di sekitarnya. Ia sangat peduli dan tak pernah hanya memikirkan diri sendiri.
Suatu hari ia berjalan-jalan di sekitar kebun rumahnya. Di sebuah pohon, ia melihat sebuah kepompong yang ukurannya cukup besar. Diamatinya kepompong itu. Ternyata ada sebuah lubang kecil di bagian tengahnya.
Keesokan harinya, ia kembali lagi. Mengamati kepompong yang dilihatnya kemarin. Lubang yang hanya berukuran beberapa mili itu tampak lebih lebar sekarang. Mungkin hampir 1 cm besarnya. Puas mengamati, pria itupun kembali ke biliknya.
Iapun tetap kembali keesokan harinya. Mengamati perkembangan si kepompong. Akan tumbuh menjadi apakah dia? Si pria itu kemudian terkejut. Tak ada perubahan yang cukup kelihatan hari ini. Ukuran lubang di kepompong itu masih nyaris sama seperti kemarin. Hanya terlihat sebuah kaki panjang terjuntai keluar.
"Ah, kasihan kupu-kupu ini, mungkin ia terjepit dan tak bisa keluar," gumamnya.
Iapun terdiam beberapa saat. Seperti kebingungan kemudian ia bergegas lari ke dalam biliknya. Dari sana dibawanya sebuah gunting. Tanpa berpikir panjang kemudian ia membuat lubang pada kepompong agar lebih besar. "Jika sudah begini kupu-kupu ini pasti bisa keluar."
Dan memang benar, beberapa detik setelah lubangnya diperlebar, si kupu-kupu itu memang bisa menggeliat keluar. Perlahan ia menggerakkan seluruh tubuhnya dan berjalan perlahan. Namun, alangkah terkejutnya si pria itu. Sayap kupu-kupu itu belum sempurna betul. Ukurannya sangat kecil sehingga kupu-kupu itu tak bisa terbang. Ia hanya mondar mandir ke sana kemari dan tampak bingung.
Ternyata si pria itu salah sangka. Dikiranya kupu-kupu itu tak bisa keluar karena lubangnya terlalu kecil. Padahal lubang itu memang belum terbuka lebar jika pertumbuhan si kupu belum sempurna.
Perlahan si kupupun mati karena tak mampu terbang.
Sahabat,
Sekalipun masalah yang tengah dihadapi saat ini sangat besar, jangan pernah lari darinya. Banyak hal yang bisa dipelajari dan membuatmu tumbuh dan berkembang. Tenang saja, kita tidak akan diberi masalah yang tak bisa dipecahkan oleh-NYA. Justru dengan ini, kita akan menjadi pribadi yang semakin dewasa. Sumber

Dendam Akan Merusak Hati Anda

  • i

Dendam yang tertumpuk lama dan mengendap akan membuat hati Anda membusuk dan memberatkan hidup Anda. Mari belajar dari anak-anak ini..
***
Di sebuah sekolah dasar, seorang guru akan memberi pelajaran motivasi dengan praktik langsung. Guru tersebut meminta murid-muridnya menuliskan nama orang-orang yang pernah jahat dan menyakiti mereka. Kemudian, sang guru meminta murid-muridnya mencoret nama-nama yang telah mereka maafkan. Sedangkan nama-nama yang belum dimaafkan akan ditulis pada apel hijau yang harus mereka bawa keesokan harinya.
Sang guru meminta murid-murid menuliskan satu nama orang yang belum mereka maafkan pada satu apel. Ternyata ada banyak nama yang mereka tulis. Masing-masing murid harus membawa sendiri sejumlah apel tersebut dalam plastik. Mereka harus membawanya kemanapun mereka pergi selama berhari-hari. Jika mereka kesal dengan seseorang dan belum memaafkan, mereka harus menulis lagi pada apel lain dan membawanya. Begitu terus setiap hari.
Semakin hari, apel terasa semakin berat. Murid-murid mulai merasa capek harus membawa kantong-kantong itu, bahkan saat mereka tidur. Mereka jadi susah bermain, susah mengerjakan PR dan melakukan aktivitas lain. Hingga pada akhirnya, apel-apel mulai busuk dan mengeluarkan bau yang tidak enak. Akhirnya mereka protes kepada sang guru yang memberi tugas aneh tersebut.
Sang guru tersenyum lalu menjelaskan, "Anggaplah apel-apel itu sebagai dendam yang kalian tumpuk karena tidak memaafkan seseorang. Semakin banyak dendam yang kalian tumpuk, semakin berat hati kalian untuk melihat kebaikan orang lain dan menikmati kebahagiaan."
Para murid mendengarkan dengan antusias.
"Yang harus kalian lakukan pada apel-apel itu.. buanglah! Tidak ada gunanya menyimpan dendam. Coba nikmati perasaan setelah kalian membuang apel-apel dendam itu, kalian akan lebih ceria dan bahagia," ujar sang guru.
Akhirnya anak-anak itu mengerti. Mereka pelan-pelan mulai belajar memaafkan orang lain. Memaafkan dengan tulus agar hati mereka tetap terjaga dari prasangka buruk. Satu persatu apel busuk dibuang. Satu persatu murid mulai menikmati kebahagiaan tanpa dendam.
***
Dendam tidak akan memberi manfaat apapun, Anda hanya akan menyakiti diri sendiri. Lepaskan dendam Anda karena hati Anda akan lebih terbuka untuk melihat kebahagiaan yang ada. Sumber

Kisah Mengharukan Nenek Penjual Tempe

  • i
Tuhan selalu punya jawaban atas doa seseorang. Jawaban doa itu bisa iya, bisa tidak, atau.. Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk umat-Nya, seperti dalam kisah berikut ini.

Di sebuah pinggir kota, hidup seorang nenek yang hidup seorang diri. Untuk dapat menyambung hidup, nenek tersebut berjualan tempe setiap hari. Pada suatu hari, sang nenek terlambat memberi ragi, sehingga tempe tidak matang tepat pada waktunya. Saat daun pisang pembungkus tempe dibuka, kedelai-kedelai masih belum menyatu. Kedelai tersebut masih keras dan belum menjadi tempe.

Hati sang nenek mulai menangis. Apa yang harus dilakukan? Jika hari ini dia tidak bisa menjual tempe tersebut, maka dia tidak akan dapat uang untuk makan dan membeli bahan tempe untuk esok hari. Dengan air mata yang masih mengalir, sang nenek mengambil wudhu lalu salat Subuh di rumahnya yang sangat kecil dan memprihatinkan. 

"Ya Allah, tolong matangkan tempe-tempe itu. Hamba-Mu tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menyambung hidup dengan cara yang halal. Hamba tidak ingin menyusahkan anak-anak hamba. Kabulkan doa hamba-Mu yang kecil ini ya Allah.." demikian doa sang nenek dengan linangan air mata.

Setelah selesai salat Subuh, sang nenek membuka daun pisang pembungkus tempe, tidak ada satupun yang matang. Keajaiban belum datang, doanya belum dikabulkan. Tetapi sang nenek percaya jika doanya akan terkabul, sehingga dia berangkat ke pasar saat matahari belum bersinar, mengejar rezeki dengan menjual tempe.

Sesampai di pasar, sang nenek kembali membuka pembungkus tempe. Masih belum matang. Tak apa, nenek tersebut terus menunggu hingga matahari bersinar terik. Satu persatu orang yang berbelanja berlalu lalang, tetapi tak ada satupun yang mau membeli tempe sang nenek. Matahari terus bergerak hingga para pedagang mulai pulang dan mendapat hasil dari berjualan.

Tempe dagangan penjual lain sudah banyak yang habis, tetapi tempe sang nenek tetap belum matang. Apakah Tuhan sedang marah padaku? Apakah Tuhan tidak menjawab doaku? Begitulah rintihan hati sang nenek, air matanya kembali mengalir. 

Tiba-tiba, ada seorang ibu yang menghampiri sang nenek. "Apakah tempe yang ibu jual sudah matang?" tanya sang pembeli.

Sang nenek menyeka air mata lalu menggeleng, "Belum, mungkin baru matang besok," ujarnya.

"Alhamdulillah, kalau begitu saya beli semua tempe yang ibu jual. Daritadi saya mencari tempe yang belum matang, tetapi tidak ada yang menjual. Syukurlah ibu menjualnya," ujar sang pembeli dengan suara lega.

"Kenapa ibu membeli tempe yang belum matang?" tanya sang nenek dengan heran. Semua orang selalu mencari tempe yang sudah matang.

"Anak laki-laki saya nanti malam berangkat ke Belanda, dia ingin membawa tempe untuk oleh-oleh karena di sana susah mendapat tempe. Kalau tempe ini belum matang, maka matangnya pas saat anak saya sampai ke Belanda," ujar sang ibu dengan wajah berbinar.

Inilah jawaban atas doa sang nenek. Tempe-tempe itu tidak langsung matang dengan keajaiban, tetapi dengan jalan lain yang tidak dikira-kira. Ingatlah sahabat, Tuhan selalu punya jawaban terbaik untuk doa umat-Nya. Kadang sebuah doa tak langsung mendapat jawaban. Kadang doa seseorang tidak dijawab dengan 'iya' karena Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk hamba-Nya. Sumber

Tuhan Tidak Bercanda

  • i
Suatu kisah berikut semoga menginspirasi kehidupan sehari-hari kita agar dapat lebih menjaga lisan dalam keseharian. Sebuah kisah yang dituturkan sahabat Vemale dalam email, yang mengisahkan tentang ibu tirinya. Berikut kisahnya

Aku seorang ibu berumur 25 tahun. Sehari-harinya aku bekerja di sebuah perusahaan swasta, meninggalkan anak satu-satunya yang sengaja kutitipkan pada nenekku. Jauh sebelum aku menikah, dulunya aku tinggal bersama ayah dan ibu tiriku. Maklum, ibu kandungku meninggal sejak aku masih kecil.
Ibu tiri banyak dikenal dengan sebutan ibu yang jahat. Dan, itu memang benar terjadi. Selama tinggal bersama ibu tiriku, aku dan adikku selalu dijahati. Meski begitu, aku selalu menyabar-nyabarkan perasaan, tak ingin melukai hatinya. Toh, bagaimanapun dia yang merawat ayahku, menggantikan peran ibu kandungku.
---
Menjadi jahat mungkin bukan keinginan banyak orang, tetapi watak. Itulah watak yang tergambar dari wajah ibu tiriku. Selama hidupnya, dia selalu saja menyatakan hal-hal yang tidak pantas dibicarakan di muka umum. Yang menceritakan kehidupan rumah tanggalah, yang bilang tak dinafkahilah, semuanya diceritakan pada tetangga. Padahal, aku tahu pasti bahwa apa yang diceritakan adalah kebohongan semata.
Aku paham betul setiap bulannya ayahku menafkahinya dan anak-anaknya. Tetapi, masa iya begitu balasannya? Sungguh tak tahu diuntung.
---
Tahun 2011 lalu ayahku meninggal dunia. Seluruh harta warisan dan uang duka tak satupun ada di tanganku dan adikku. Semuanya beralih ke tangan ibu tiriku.
Seperti biasa, dia berbohong dengan mengatakan bahwa uang warisan, pensiunan, dan uang duka ayah tak tersisa. Padahal, aku yakin sekali bahwa seluruh uang dan harta milik ayah dia yang menguasai. Tapi, biarlah, untuk apa memperebutkan harta ayahku kalau aku dan suami sudah berpenghasilan sendiri. Meski tak banyak, aku yakin itu jauh lebih berkah dibandingkan dengan berbagi harta dengan ibu tiri jahat itu.
---
Selepas menikah, aku dan suami memutuskan untuk menempati rumah sendiri dari hasil kerja keras kami berdua semasa pacaran dulu. Ini semata-mata aku tak betah tinggal serumah dengan ibu tiriku. Jadilah aku pindah rumah.
Lama tak mendengar kabar ibu tiriku, beberapa minggu lalu aku mendapat informasi dari tanteku tentang ibu tiriku. Kabarnya, dia baru saja umroh dengan membawa tubuh yang tidak biasa.
Kukatakan tidak biasa karena dari tanah suci bukannya dia berubah menjadi alim, tetapi satu keanehan terjadi padanya. Tubuhnya melebar, menjadi sangat gembrot dengan mulut yang berantakan. Banyak tetangga bilang bahwa itu adalah balasan selama jahat dengan siapa saja dan suka mengumbar perkataan yang tidak sebenarnya.
Dan, yang lebih mengejutkan adalah dia tak bisa berjalan dengan gula darah yang sangat tinggi, yakni 600. Bisa dibayangkan, gula darah sebegitu tinggi dia tak juga meninggal. Ya, aku tahu terlalu kasar menyebutnya demikian. Tetapi, kalian tak tahu seberapa sakitnya hatiku dan adikku selama tinggal bersamanya. Bukan kasih sayang yang kudapat, malah cacian. Janji selalu menafkahi aku dan anakku pun hanya kabar angin.
Kini, ibu tiriku terbaring lemah di kamarnya dirawat oleh anak-anaknya. Meski dulunya tak bisa berjalan, ada satu perkembangan yang dikabarkan oleh tanteku, yakni dia sedikit sekali bisa berjalan.
Yang membuatku sadar akan kebesaran Tuhan adalah sebegitu jahatnya ibu tiriku padaku tetapi Tuhan tak juga memberinya batas umur saat itu juga. Mungkin, Tuhan memberinya waktu untuk bertaubat sebelum ajal benar-benar menjemputnya.
---
Sejahat-jahatnya orang pada sesamanya, tetapi jika Tuhan memberi kesempatan agar bertaubat sebelum ajal menjemput, kadang tak diindahkan maksud Tuhan yang demikian. Manusia, terlalu egois dengan segala kepentingan di dunia, hingga tak sadar akan kasih sayang Tuhan yang mahabesar.
---
Semoga kisah tersebut menjadi contoh bagi kita agar lebih berhati-hati dalam segala tindakan dan ucapan. Ingatlah, Tuhan tidak bercanda. Ia hanya ingin makhluk-Nya peduli terhadap sesama dan patuh terhadap perintah-Nya. Sumber

Tuhan Selalu Punya Rencana Terbaik

  • i

Seringkali kita menuduh Tuhan memberi musibah yang membuat hati terluka dan hidup seolah tak ada artinya. Tetapi Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk hidup kita. Musibah yang saat ini terasa menyakitkan kadang bisa menjadi berkah untuk masa depan yang lebih baik. Salah satunya adalah kisah ini.
***
Sebuah kecelakaan kapal laut membuat seorang penumpang yang bertahan hidup terdampar di sebuah pulau tanpa penghuni. Pulau tersebut hanya ditumbuhi tanaman. Sang penumpang yang selamat percaya bahwa ini adalah keajaiban, walaupun dia tahu bahwa ribuan kilometer, koran dan televisi mengabarkan bahwa tidak ada korban yang selamat dari musibah tersebut. Beberapa helikopter terbang di atas pulau, tetapi pria itu terlalu kecil untuk dilihat dari langit. Sia-sia usahanya berteriak atau melompat-lompat sambil melambaikan tangan.
Sang pria tidak patah semangat, dia percaya bahwa suatu saat, dia akan bertemu kembali dengan keluarganya. Berminggu-minggu sang pria membiasakan diri hidup seorang diri di pulau tersebut. Dia hanya makan buah-buahan dan beberapa ikan yang berhasil ditangkap. Sedikit demi sedikit, sang pria mengumpulkan kayu dan pelepah agar bisa dibuat pondok kecil. Pondok yang bisa melindunginya dari sengatan matahari dan hujan.
Bulan berganti bulan, kulit sang pria makin hitam. Jenggotnya makin panjang dan tampak tak terawat. Tetapi dia berhasil membangun sebuah pondok kayu kecil. Ini adalah berkah yang sangat ia syukuri. Hingga pada suatu hari, panas matahari membuat api mudah memercik dari ranting dan kayu yang bergesekan. Pondok kayu kecil yang pria habis terbakar.
Sang pria menangis sejadi-jadinya. Semangatnya mulai luntur, dia mulai menyalahkan Yang Maha Kuasa. "Mengapa Kau beri cobaan seberat ini padaku," ujarnya dalam isak tangis. Bukan hal yang mudah lebih dari setahun menjalani hidup seorang diri di pulau ini. Sang pria merindukan istri dan anak-anaknya. Mungkin mereka sudah berpikir bahwa suami dan ayah mereka meninggal dunia. Saat ini, anak-anak sang pria pasti sudah besar.
Kesabaran sang pria habis saat pondok yang dia bangun dengan susah payah habis terbakar. Tuhan sangat jahat, memberi cobaan seberat ini, begitu pikirnya.
Saat meratapi pondok yang terbakar, tiba-tiba ada suara helikopter yang mendekat, makin lama makin kencang dan mendarat di pulau tersebut. Dua orang pria turun dari helikopter dan langsung menghampiri sang pria. Pria dengan tubuh tak terawat itu langsung menangis, akhirnya bantuan datang. Doanya setiap malam akhirnya terkabul.
"Syukurlah Anda masih hidup pak," ujar sang pengemudi helikopter. "Kami melihat ada api yang terbakar saat sedang berpatroli, sehingga kami mendarat di pulau ini,"
Sang pria langsung menangis, dia menyesal sudah menuduh Tuhan sangat kejam. Api yang berasal dari pondok yang terbakar adalah sinyal bagi helikopter untuk mendarat. Seandainya pondok itu tidak terbakar, bisa jadi dia tidak akan pernah bertemu keluarganya. Akhirnya sang pria pulang ke rumah dan menjadi orang yang selalu bersyukur. Musibah apapun yang dihadapi, dia anggap sebagai rencana Tuhan yang terbaik untuknya. Sumber

4 Sep 2012

Ayah, Peganglah Tanganku dan Jangan Lepaskan

  • i
Di alam liar, anak-anak dapat belajar banyak hal secara langsung tanpa membuat mereka bosan. Bahkan pelajaran-pelajaran tersebut umumnya tak ditemuinya di sekolah, namun sangat penting di dalam kelangsungan hidupnya kelak. Dan, tak hanya anak-anak saja yang bisa memetik pelajaran, orang tua juga banyak belajar hal-hal penting dalam hidupnya, lewat hal-hal kecil yang mungkin sering dilewatkannya dalam keseharian. Seperti cerita, berikut ini... Suatu hari, seorang ayah mengajak anaknya bermain ke alam liar tak jauh dekat rumahnya. Dengan membawa bekal secukupnya, mereka berencana bermain di sebuah sungai indah yang airnya sangat jernih. Uniknya, di sana banyak batang-batang dan akar-akar pohon yang menjuntai di atas air. Menjadikannya sebuah tempat yang sangat unik dan menarik. Di bawahnya, berlarian ikan-ikan kecil berwarna-warni. "Ini adalah sebuah pelajaran yang tepat sekaligus hiburan untukmu, anakku," ungkap ayahnya. Si kecil, Dewy-pun berlarian ceria di pinggir sungai itu. "Ayah, mari kita menyusuri sungai ini. Di seberang sana banyak bunga-bunga indah. Aku ingin memetiknya untuk ibu," kata Dewy. Sang ayah mengangguk, "sebentar coba ayah lihat dulu apakah benar pohon ini kuat menahan kita berdua.." sang ayahpun kembali, menyetujui saran Dewy dan mengajaknya menyeberang sungai. "De, coba pegang tangan ayah agar kamu tidak jatuh," "Tidak ayah. Kaulah yang seharusnya memegang tanganku," "Lho, apa bedanya?" "Beda ayah. Jika aku yang memegang tanganmu, bila sesuatu terjadi padaku, maka tanganku bisa terlepas. Tetapi, bila kau memegang tanganku, aku percaya kau tak akan melepaskan aku sampai kapanpun, tak peduli apapun yang terjadi padaku..." Dan begitulah, setiap anak-anak percaya bahwa setiap orang tuanya akan menjaga dan melindunginya setiap waktu. Menaruh harapan yang besar sekalipun mungkin suatu hal buruk mungkin saja terjadi pada mereka berdua. Tetapi, anak-anak tak pernah peduli akan hal itu. Selama ada orang tuanya, selama tangannya tetap digenggam, ia tetap akan merasa terlindungi. Sudahkah Anda memberikan pelukan dan ciuman untuk anak Anda hari ini? Mari membuat mereka merasa dilindungi dan dicintai. Sumber

Kisah Si Bocah dan Pria Tua

  • i
Alkisah, ada seorang bocah yang menjual majalah untuk sekolah. Ia berjalan menuju sebuah rumah yang jarang dikunjungi orang. Bangunan rumah itu sangat tua dan pemiliknya jarang sekali keluar. Sekalinya keluar dari rumah, sang pemilik itu tidak pernah mau menyapa para tetangganya atau orang-orang yang sedang lewat, melainkan hanya membelalak pada mereka. Bocah itu mengetuk pintu rumahnya dan menunggu, berkeringat karena merasa ketakutan dengan sang pemiliknya. Orangtua si bocah sudah pernah memperingatkannya agar menjauhi rumah itu, anak-anak lainnya juga mendapat peringatan yang sama dari orangtua mereka. Saat hendak melangkah pergi karena sudah menunggu lama, pintu tiba-tiba terbuka perlahan. "Apa maumu?" kata sang pemilik yang sudah berusia tua. Si bocah sangat ketakutan tapi dia harus memenuhi kuota untuk tugas sekolahnya dengan menjual majalah-majalah. "Hmm, permisi, pak, saya, hmm, mau menjual majalan-majalah ini. Dan hmm... saya pikir bapak mau membelinya." Pria tua itu hanya menatapi si bocah. Saat itu, si bocah bisa melihat ke dalam rumah si pria tua itu dan melihat ada patung-patung kecil berbentuk anjing di atas meja. "Bapak mengumpulkan patung-patung anjing?" tanya si bocah. "Ya, saya punya banyak sekali koleksi di rumah ini. Mereka seperti keluarga sendiri di sini, cuma mereka yang saya punya." Si bocah merasa kasihan pada pria tua itu, sepertinya ia sangat kesepian. "Kalau begitu, saya punya sebuah majalah untuk para kolektor, cocok sekali buat bapak. Aku juga punya satu majalah yang isinya tentang anjing-anjing karena bapak sangat menyukai anjing." Si pria tua itu berkata sambil siap-siap menutup pintu, "Tidak Nak, saya tak butuh majalah apa pun. Sekarang, selamat tinggal!" Si bocah merasa sedih karena kuotanya untuk penjualan majalah tidak terpenuhi. Dia juga merasa kasihan pada pria tua itu karena sangat kesepian di dalam rumah besar itu. Sesampainya di rumah, si bocah punya ide bagus. Dia punya patung anjing kecil yang didapatnya dari seorang bibi beberapa tahun lalu. Patung kecil ini tak berarti banyak baginya, berbeda dengan pria tua itu, karena si bocah punya anjing peliharaan dan sebuah keluarga yang besar. Maka, anak ini pun kembali ke rumah si pria tua dengan membawa patung kecilnya. Diketuknya pintu rumah itu, dan kali ini pria tua langsung membukakan pintu. "Nak, seperti sudah kubilang tadi kalau aku sama sekali tidak perlu majalah!" "Iya Pak, saya sudah tahu.. Saya cuma mau memberi sebuah hadiah." Lalu, si bocah menyerahkan padanya patung kecil. Wajah pria tua itu terlihat lebih cerah. "Saya pelihara satu anjing di rumah. Nah yang ini buat bapak." Si pria tua itu hanya tertegun; belum pernah ada yang memberinya sebuah hadiah berharga seperti itu dan menunjukkan kebaikan padanya. "Nak, kamu baik sekali. Kenapa kamu berbuat seperti ini?" Si bocah tersenyum dan berkata, "Karena bapak suka dengan anjing." Sejak saat itu, si pria tua mulai mau keluar rumah dan menyapa orang-orang. Dia dan si bocah sekarang menjadi teman, dan si bocah bahkan setiap minggu mengajak anjingnya menemui si pria tua. 
***
Luar biasa sekali, betapa perbuatan simpel si bocah mampu mengubah kehidupan keduanya, si bocah itu sendiri dan si pria tua. Karena itu, jangan pernah remehkan kekuatan sebuah tindakan sekecil apa pun, entah itu sekadar senyuman tulus pada teman kita atau musuh sekalipun. Pada waktunya nanti, tindakan simpel seperti itu akan membawa manfaat yang tak terbayangkan sebelumnya. Selamat mencoba! Sumber

Bila Hidupmu Tinggal Sebulan, Apa Yang Kamu Lakukan?

  • i
Mendengar judul tadi, apa yang muncul di dalam benak anda? Takut. Sedih. Bingung. Marah. Tertawa saja. Menganggap pertanyaan itu ngaco. Semua itu adalah reaksi yang mungkin sekali muncul saat memikirkan jawaban pertanyaan itu. Sebelumnya, yuk kita dengar opini dari beberapa wanita berikut ini... "Beribadah sepuasnya..." kata Nana. Menurutnya, apalagi sih yang bisa dilakukan manusia bila sudah tahu tugasnya di dunia akan segera berakhir? Yang terpenting mungkin ya mendekatkan diri pada Allah, meminta ampunan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. Sedangkan Fina, seorang ibu yang penyayang lebih ingin keliling dunia dengan orang yang disayangi. "Selain itu aku juga ingin mengunjungi panti jompo dan panti asuhan serta berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang kurang beruntung," pungkasnya. Jawaban yang cukup berbeda dan unik datang dari Alin, "kalau aku ingin menyatakan perasaan pada seseorang yang selama ini terpending," katanya sambil tertawa. Sebuah keberanian yang saat ini mungkin sedang dikumpulkannya, namun tak cukup untuk membuat seseorang tahu tentang apa yang disimpan di dalam hatinya." Sekarang, giliranmu menjawabnya. Apa? Apa yang akan kamu lakukan jika tiba-tiba kamu tahu hidupmu tinggal sebulan? Well, yang jelas seketika mungkin hidupmu akan berubah drastis jika hal ini terjadi. Seperti beberapa jawaban yang sudah diungkapkan di atas. Ada yang akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena biasanya kalau sudah BBM-an, jadi lupa waktu beribadah. Apalagi, kalau topiknya sudah soal si anu yang tertangkap selingkuh. Wah... sungguh topik yang sayang sekali dipending untuk dibahas. Alhasil, ibadah menjadi nomer dua, dan bergosip menjadi nomer satu. Ada pula yang ingin keliling dunia bersama orang yang dicintai, yang mungkin saat ini waktunya banyak tersita oleh pekerjaan. Jarang sekali bisa membagi waktu dengan keluarga dan anak-anak. Apabila anak kesulitan dalam hal pelajaran, mudah saja, cukup memanggil guru privat dan semua akan menjadi beres. Padahal, anak lebih membutuhkan kehadiran orang tua yang bisa membimbing dan menyemangatinya belajar. Lain cerita dengan yang ingin mengungkapkan perasaan pada seseorang. Selama ini, apa yang dirasakan selalu disimpan di dalam hati. Takut diungkapkan. Entah karena takut ditolak, takut hubungan tidak akan berhasil, atau ketakutan-ketakutan lain yang sebenarnya terbentuk oleh pikiran sendiri. Lihat saja, betapa banyak hal yang sebenarnya ingin dilakukan bila tahu hidup akan berakhir. Kesemuanya adalah hal yang baik, bukan? Sekarang bayangkan. Bila semua hal itu dilakukan sekarang, alangkah indahnya dunia. Orang akan berkata "hidup itu sungguh bahagia." Tak ada lagi anak-anak yang kekurangan perhatian dan cinta orang tuanya. Tak ada lagi cinta dalam hati yang disimpan sekian lama, kemudian menyesal. Tak ada lagi pasangan kekasih yang bertengkar karena waktunya dicuri oleh pekerjaan dan kesibukan. Tak ada lagi tempat ibadah yang penuh hanya di hari-hari rayanya saja. Tak ada lagi orang yang mencuri hanya demi sebatang rokok. Tak ada lagi orang yang melakukan kekerasan pada orang yang dicintainya. Kerabat Imelda, kita bisa melakukannya sekarang. Tanpa harus tahu berapa lama lagi kita hidup. Kita hanya butuh satu hal saja, kemauan! Tak perlu menunggu untuk tahu hidupmu tinggal sebulan atau sekian hari. Lakukan hal-hal baik yang telah lama ingin kau lakukan. Termasuk memberikan pelukan dan ciuman hangat pada orang-orang terkasih di dalam hidupmu. Mari, kita mulai dari sekarang. Sumber

Penerbangan Kelas Pertama

  • i
Alkisah, dalam sebuah penerbangan dari Johannesburg, seorang perempuan setengah baya asal Afrika Selatan yang berkulit putih baru mengetahui dirinya mendapat kursi di samping seorang pria berkulit hitam. Perempuan itu memanggil kru kabin dan mengeluhkan masalah penempatan tempat duduknya. "Ada masalah apa, Ibu?" tanya kru kabin dengan sopan. "Kamu tidak bisa lihat sendiri, ya?" ujar perempuan itu dengan nada tajam. "Kamu tempatkan saya di samping seorang kulit hitam. Aku tidak mungkin bisa duduk di sebelah manusia menjijikan ini. Carikan saya kursi yang lain!" "Harap tenang dulu, Bu," timpal seorang pramugari. "Hari ini pesawat sudah penuh, tapi saya akan coba bantu Ibu ya. Saya akan cek apakah masih ada kursi kosong di kelas ekonomi atau kelas pertama." Perempuan itu melirik dengan tatapan sombong ke arah pria berkulit hitam di sampingnya (dan penumpang lain di sekitarnya). Beberapa menit kemudian, pramugari tadi kembali dengan berita bagus, yang disampaikannya kepada perempuan setengah baya itu. Si perempuan itu memandang ke sekitarnya dengan senyuman penuh kepuasan. "Ibu, sayang sekali, seperti yang saya duga, kelas ekonomi sudah penuh. Tapi, kami masih punya kursi kosong di kelas pertama." Sebelum perempuan itu sempat menjawab, si pramugari melanjutkan... "Peningkatan kelas seperti ini jarang terjadi, tapi saya sudah mendapat izin khusus dari kapten kami. Tapi melihat kondisi yang ada, kapten kami merasa sangatlah memalukan jika seseorang harus dipaksa untuk duduk di sebelah orang yang sangat menjengkelkan." Setelah berkata begitu, pramugari itu langsung beralih pada pria berkulit hitam yang duduk di samping perempuan itu. Kata si pramugari, "Jadi jika Anda bersedia memindahkan barang-barang Anda, Pak, saya akan menyiapkan kursinya buat Anda...." Saat itu juga, penumpang di sekitar serempak berdiri dan bertepuk tangan ketika pria berkulit hitam itu berjalan menuju bagian depan pesawat. Sumber

Emas dan Permata

  • i
Alkisah, di sebuah negeri, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Suatu hari, ada seorang pemuda mendatanginya dan bertanya, "Saya tidak paham kenapa orang besar seperti Guru berpakaian sangat sederhana. Bukankah di zaman sekarang ini berpakaian bagus itu penting, tidak hanya untuk penampilan tapi juga untuk alasan lainnya?" Sang guru hanya tersenyum dan mencopot cincinnya dari salah satu jarinya, lalu berkata, "Anak muda, saya akan jawab pertanyaanmu, tapi lakukan dulu satu hal ini: ambil cincin ini dan pergilah ke pasar di seberang jalan ini, bisakah kamu menjualnya seharga sekeping emas?" Setelah melihat cincin sang guru yang kotor, seketika anak muda itu menjadi ragu. "Sekeping emas? Wah... saya tak yakin cincin seperti ini bisa dijual dengan harga tinggi." "Coba saja dulu, anak muda. Siapa tahu, bisa." Pemuda itu pun segera pergi ke pasar. Ia menawarkan cincin itu ke penjual kain, penjual sayuran, tukang daging, penjual ikan, dan pedagang lainnya. Ternyata memang tidak ada yang mau membayarnya seharga sekeping emas. Akhirnya, si pemuda datang kembali ke kediaman sang guru dan memberi tahu dengan suara lemah, "Tidak ada yang berani menawarnya lebih dari sekeping perak." Dengan senyuman bijak di wajahnya, sang guru berkata, "Sekarang pergilah ke Toko Emas di belakang jalan ini. Tunjukkan cincin ini pada pemiliknya atau penjual emas. Jangan sebut harga tawaranmu! Pokoknya, dengarkan saja harga yang akan mereka tawarkan untuk cincin ini." Maka, pergilah si pemuda ke toko yang disebutkan sang guru dan kembali dengan ekspresi yang berbeda. Ia lalu berkata dengan penuh semangat, "Guru, pedagang-pedagang di pasar sama sekali tidak tahu harga cincin ini. Si penjual emas menawar cincin ini seribu keping emas, seribu kali tawaran pedagang di pasar! Sang guru hanya tersenyum dan berkata pelan, "Itulah jawaban dari pertanyaanmu, anak muda. Seseorang tidak bisa dinilai hanya dari pakaiannya saja. Pedagang di pasar memberimu nilai sekecil itu, tapi berbeda dengan penjual emas tadi.
"Emas" dan "permata" di dalam diri seseorang hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita dapat melihatnya jauh ke dalam jiwa. Diperlukan hati untuk melihatnya, dan dibutuhkan proses. Kita tidak bisa melihatnya dari ucapan atau perilaku yang hanya kita lihat sesekali. Sering kali apa yang kita anggap emas ternyata hanya sebongkah kuningan, tapi apa yang kita kira kuningan ternyata sebongkah emas. Maka, kita perlu hati-hati melihat seseorang. Jangan mudah menilai dari apa yang tampak karena kita bisa terperangkap oleh sudut pandang kita yang sempit, yang tidak tahu bahwa sebenarnya orang yang kita nilai itu punya kelebihan. Sumber

Ayah Luar Biasa

  • i
Gooller NewsSeorang anak 10 tahun bernama Putra, pada suatu malam akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, dia dan ayahnya antre di belakang rombongan keluarga besar yang terdiri dari bapak, ibu, dan empat orang anaknya. Dari pembicaraan yang terdengar, Putra tahu bahwa bapak dari ke-4 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya nonton sirkus malam itu. Namun ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah bapak 4 anak itu tampak pucat. Ternyata uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah tidak cukup, kurang Rp 20.000. Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, tentang bagaimana harus menjelaskan kepada anak-anak mereka yang masih kecil, bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Padahal mereka tampak begitu gembira dan sudah tidak sabar lagi untuk segera masuk ke arena pertunjukan sirkus. Tiba-tiba ayah Putra menyapa bapak yang sedang kebingungan itu sambil berkata, "Maaf, Pak! Uang ini tadi jatuh dari saku Bapak." Kemudian, diserahkannya lembaran Rp 20.000 sambil mengedipkan matanya dan terseyum. Betapa takjubnya si Bapak, dengan apa yang dilakukan ayah Putra. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang itu dan berbisik mengucapkan terima kasih kepada ayah Putra, sambil mengatakan betapa Rp 20.000 itu sangat berarti bagi keluarganya. Setelah rombongan tadi masuk, Putra dan ayahnya bergegas pulang. Mereka batal nonton sirkus, karena uang untuk menyaksikan sirkus sudah diberikan kepada keluarga besar tadi. Tapi Putra justru merasa sangat bahagia. Ia memang tidak dapat menyaksikan sirkus, tetapi ia telah menyaksikan dua orang ayah yang luar biasa.
Kebahagiaan tidak hanya diperoleh ketika menerima pemberian orang lain, tetapi juga pada saat kita MAMPU MEMBERI. Cerita di atas juga menunjukkan bagaimana menolong orang lain dengan cara yang sangat halus, tanpa menyinggung harga diri orang yang ditolong. Dunia ini terus berputar. Ada kalanya kita menolong, dan ada kalanya kita juga memerlukan pertolongan dari orang lain. Maka, selagi masih mampu, tetap lakukan kebaikan dengan ikhlas dan bijaksana.  Sumber

3 Sep 2012

Bekerja Untuk Belajar

  • i
Setiap orang pasti memiliki motivasi tertentu dalam setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukannya, entah itu bersifat materi maupun nonmateri. Begitu pula dalam bekerja. Orangtua kita dulu sering kali memberikan nasihat yang secara langsung memberikan motivasi kepada kita. "Nak, kamu belajar yang rajin dan tekun agar kelak bisa cepat dapat kerja dan mendapat uang yang banyak." Demikian salah satu kalimat yang mungkin pernah kita terima. Sepintas, tidak ada masalah dengan nasihat tersebut karena memang orang yang bekerja pastilah mendapatkan imbalan dalam bentuk uang. Namun, menjadikan uang sebagai satu-satunya alasan atau sebagai motivasi utama dalam bekerja, menurut saya, adalah sebuah masalah besar. Kenapa? Karena orang bisa menghalalkan segala cara dalam bekerja demi mendapatkan sejumlah uang yg diidamkannya. Dalam konteks yang berbeda, seseorang bisa merasa kecewa dan frustrasi apabila imbalan uang yang diterimanya tidak sesuai dengan harapannya. Akibatnya, ia malah menjadi malas-malasan dalam bekerja dan cenderung tidak berprestasi. Kalau begitu, apa motivasi lain yang perlu kita kembangkan selain uang? Belajar. Ya betul, belajar adalah salah satu motivasi yang sangat baik bagi siapa pun dalam posisi apa pun dan di mana pun ia berada. Apalagi bagi seorang karyawan yang masih relatif muda secara usia dan pengalaman. Sekolah atau kuliah memang mengajarkan banyak hal, namun hampir sebagian ilmu yang kita pelajari di meja sekolah/kuliah terkadang "hilang" begitu saja ketika kita masuk dunia kerja. Apalagi bila kita bekerja dalam bidang yang tidak relevan dengan bidang sekolah/kuliah dulu. Oleh karenanya, saya sering mengatakan bahwa bekerja adalah lahan belajar yang sebenarnya. Bekerja adalah dunia belajar yang sesungguhnya yang sangat penting dalam mengasah ilmu dan skill seseorang. Seseorang yang punya motivasi belajar dalam bekerja, akan cenderung ingin melakukan hal-hal sebagai berikut: - mengetahui banyak hal baru, bukan hanya bidang yang digelutinya saat ini. - mencoba banyak hal lain, dengan tujuan untuk menambah pengalaman. - secara sukarela membantu rekan kerjanya baik sesama bagian maupun berbeda departemen. - menantang dirinya sendiri untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sebenarnya. Seseorang yang memiliki motivasi belajar dalam bekerja tidak akan pernah merasa rugi, apa pun kondisi yang dialaminya, berapapun imbalan yang diterimanya dan bagaimanapun kondisi perusahaannya. Ia akan tetap menatap dengan penuh optimis dan antusias. Cara belajar terbaik adalah dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan atau dengan kata lain dengan cara bekerja, sebagaimana pesan dari Benjamin Franklin (seorang tokoh ternama dunia; pemimpin revolusi AS), yaitu "Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn Sumber

Sepasang Tangan

  • i
Suatu hari, di kelas pada sebuah sekolah dasar, seorang guru memberi tugas kepada murid-muridnya. "Anak-anak, tugas hari ini menggambar bebas. Buatlah gambar atau benda apa saja yang kalian miliki. Misalnya rumah yang kamu tinggali, benda yang kamu sayangi, pemandangan alam yang indah, atau gambar apapun yang kamu inginkan. Bagaimana, sudah jelas kan? Sekarang, keluarkan alat-alat gambar dan segera mulai menggambar." Maka, anak-anak itu pun dengan gembira mulai mengeluarkan alat-alat gambarnya sambil berceloteh, saling melontarkan pertanyaan dan jawaban tentang benda apa yang akan digambarnya. Tidak lama kemudian, kelas pun berangsur tenang. Masing-masing anak segera sibuk dengan idenya, yang berusaha dituangkannya ke atas kertas gambar. Saat waktu yang diberikan untuk tugas selesai, sang guru meminta setiap anak, satu persatu, maju ke depan kelas untuk memperlihatkan gambarnya dan menceritakan secara singkat alasan mengapa dia menggambar itu. Ada berbagai gambar dan alasan yang dikemukakan anak-anak itu. Ada yang menjelaskan tentang gambar mobil, mainan, buah-buahan, pemandangan, dan lain sebagainya. Tiba saat giliran terakhir, seorang anak yang agak pemalu karena kakinya yang timpang ketika berjalan, maju ke depan kelas. Meski kurang sempurna cara berjalannya, dari hasil gambarnya nampak bahwa ia sangat pandai dalam melukis. Semua perhatian pun mendadak terarah kepada teman tersebut, karena mereka ingin tahu apa yang digambar seorang anak cacat dari keluarga miskin itu. Tak lama, si anak itu memperlihatkan gambarnya. Rupanya, ia menggambar sepasang tangan. Kelas pun akhirnya kembali ramai karena mereka bertanya-tanya mengapa si anak itu menggambar sepasang tangan. Apa maksudnya? Tangan siapa yang digambarnya? Tangannya sendiri atau tangan orang lain? Kenapa tangan yang digambar? Semua anak berusaha menebak gambar tangan siapa yang dilukis oleh temannya itu. Setelah memperhatikan gambar dengan saksama, ibu guru bertanya lembut, "Nak, tangan siapa yang kamu gambar ini?" Anak itu menjawab dengan suara pelan tetapi jelas, "Yang satu adalah gambar tangan ibuku, dan satu lagi gambar tangan ibu guru." "Kenapa kamu tidak menggambar tangan milikmu sendiri?" tanya sang guru lebih lanjut. "Gambar tangan itu memang bukan tanganku sendiri, Bu. Aku menyayangi dan mensyukuri tangan-tangan itu. Karena, sepasang tangan milik ibukulah yang menuntun, mengajari, dan melayani aku secara tulus sehingga aku bisa tumbuh menjadi seperti saat ini. Dan satu lagi, aku menggambar tangan ibu guru karena ibu gurulah yang mengajariku menulis dan melukis. Walaupun kaki saya timpang, tetapi tangan saya bisa menulis dan membuat lukisan yang indah. Terima kasih, Bu," ucap si anak tulus. Dengan mata berkaca-kaca, ibu guru menganggukkan kepala, "Terima kasih kembali, kamu memang anak yang mengerti dan pandai bersyukur" Sungguh luar biasa sikap mental anak yang kakinya timpang, tetapi mampu mengungkapkan rasa terima kasih dan rasa syukur atas jasa orangtua dan gurunya, melalui lukisannya yang sederhana. Punya kaki timpang bukan berarti harus rendah diri. Cerminan nyata dalam kehidupan seperti itu bisa kita lihat dari fisikawan Steven Hawking. Ia adalah seorang yang cacat, lumpuh, bahkan kalau mau bicara harus menggunakan bantuan alat elektronik. Tetapi, dengan kemauannya yang keras dan semangatnya yang pantang menyerah, dia kini diakui sebagai ilmuwan besar abad ini. Meski cacat, ia mampu menjadi orang yang dihormati karena hasil penelitian dan pemikirannya. Apa yang dilakukan oleh Steven Hawking adalah gambaran sebuah keberanian sejati. Ia mensyukuri apapun keadaannya dengan tetap berkarya. Hal seperti itulah yang patut kita jadikan teladan. Kita perlu menanamkan sikap mental berani berubah untuk jadi lebih baik, apapun kondisi yang kita hadapi hari ini. Ayo, bangkit dari segala keterpurukan, ketimpangan, dan kekurangan! Bagi saya, merupakan suatu keberanian sejati jika kita mampu terus mengembangkan diri dan segera memulai dari apa adanya kita hari ini. Jadi, make it happen! Buat itu terjadi! Selalu miliki tekad kuat untuk berubah menjadi lebih baik, dari hari ke hari. Syukuri apapun yang kita miliki, dengan terus memaksimalkan potensi diri. Tingkatkan pula daya juang kehidupan dengan memelihara semangat pantang menyerah! Dengan begitu, hidup kita akan lebih bermanfaat Sumber

Doa Seorang Anak

  • i
Alkisah suatu hari di sebuah sekolah, ada lomba mobil balap mainan. Pada babak final, tersisa 4 orang anak. Salah satunya bernama Benny. Dibanding semua finalis, mobil Benny paling tidak sempurna. Saat pertandingan akhir akan dilangsungkan, Benny meminta waktu sebentar. Ia tampak komat-kamit berdoa. Lalu, tak lama kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!" Dor! Tanda lomba dimulai. Dengan satu hentakan kuat, semua mobil itu pun meluncur cepat, dibantu dorongan tangan anak-anak itu. Ternyata, pemenangnya adalah Benny! Benny maju dengan bangga saat pembagian piala. Dia sempat ditanyai pak guru, "Hai jagoan :) Kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, kan?" Benny terdiam sejenak, lalu menjawab. "Bukan, Pak. Saya merasa kurang adil meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan teman-teman lain. Aku hanya mohon pada Tuhan, supaya aku tidak menangis jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan. Kita sering meminta pada Yang Maha Kuasa untuk menghalau semua halangan dan menjadikan kita "nomor satu". Mungkin kita kurang percaya bahwa kita itu sebenarnya cukup kuat (dalam berjuang dan mampu menerima setiap kekalahan tanpa menangisi terlalu lama). Ada baiknya, memanjatkan doa dalam ketegaran yang berserah, yakin bahwa hasil apa pun yang didapat, itulah yang terbaik saat ini-bagi kita dan di hadapanNya.  Sumber