Lily Hendra kebingungan ketika malam itu dokter memberitahu lewat telepon, suaminya terkena serangan jantung serius selagi menjalani pemeriksaan kesehatan. Tanpa pikir panjang, bahkan gagang teleponnya pun belum ditutup, ia meluncur ke rumah sakit. Lily mencoba untuk tidak berprasangka buruk, namun ketika sampai di kamar rawat sang suami, ia begitu emosional. Berbagai macam selang, infus, alat-alat medis yang besar, serta layar monitor dengan tampilan garis-garis meliuk-liuk, tampak mengitari tubuh suaminya yang terbujur tak berdaya.
“Apa yang terjadi?” teriaknya panik.
“Terkena stroke,” ujar seorang perawat lirih. “Sekarang ia sudah mulai stabil, namun masih belum bisa bereaksi.”
Sambil menahan gemetar, Lily berjongkok di sisi ranjang dan memegang erat-erat tangan suaminya. “Sayang, kami amat mencintaimu,” bisiknya sambil meletakkan telapak tangan si sakit di keningnya. Ia berdoa memohon agar suaminya cepat sembuh.
“Bu Hendra, apa yang Anda lakukan di sini?” seorang dokter bertanya dari pintu kamar. Bawel amat dokter ini, pikir Lily.
“Tidakkah Dokter lihat? Saya sedang berdoa untuk suami saya,” jawabnya.
“Ya, tapi Pak Hendra ada di kamar sebelah.”
Ternyata, lantaran panik dan emosional, Lily salah masuk kamar. “Oh, Tuhan, betapa bodohnya aku! Semoga pria malang ini tidak terganggu,” katanya sambil berlalu dari kamar tersebut. “Dia belum sadar. Barangkali ia tidak mendengar yang Anda katakan,” hibur si dokter.
Hari berikutnya, ketika Lily membesuk suaminya, ranjang di kamar sebelah terlihat kosong. “Apa yang terjadi dengan pasien di sebelah?”
“Kemarin ia siuman sesaat setelah Anda pergi,” ujar sang dokter. “Dalam perawatan lanjutan, kondisinya terus membaik. Menurut pengakuannya kemarin, ia didatangi malaikat, yang membisikkan kepadanya agar segera sembuh.” Sumber
29 Nov 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar