Bertemu dengan wanita ini adalah sebuah keberuntungan. Ia cantik, berambut lurus hitam panjang. Namun dimatanya terpancar sebuah luka yang amat dalam. Sekilas tak ada tanda - tanda kelainan dalam dirinya. Ia seperti kita, manusia normal pada umumnya.
“Kalian boleh katakan ini cerita bohong, kalian boleh katakan ini hanya halusinasi. Bayang-bayang hitam, seperti hitamnya asap pada masa itu, yang setiap hari selalu menghantui , yang setiap hari muncul di depanku.”
Ia memulia ceritanya. Dialah Liana, salah seorang saksi pada tragedi 1998 silam. Liana saat itu memiliki sebuah toko yang di kelolanya sendiri, dan ia tinggal di sebuah rumah kontarkan kawasan Jakarta Barat.
Saat ini aku sedang bersamanya. Bukan ingin membuka lukanya, tapi ia sendiri yang tanpa kendali mulai mengeluarkan kisahnya.
Ia berasal dari Batam. Saat itu usianya 24 tahun. Gadis belia yang sedang merintis usaha. Di sebuah mall yang baru dibuka.
“Ketika asap hitam membubung ke angkasa, ketika tubuh terpanggang di mana - mana, ketika aku melihat seseorang panik terjebak dalam kobaran api. Ketika ia melompat dari atas gedung mall yang tinggi. Dan ia jatuh tepat di depanku dengan tubuh tak lagi beraturan. Saat itu aku berteriak. Tuhan engkau ada di mana???”
Sebuah kenangan pahit yang coba ia ingat kembali.
“Suara tangis dan jeritan yang hingga saat ini masih terngiang. Suara ledakan. Suara rintihan. Tubuh - tubuh gosong berbaris. Aroma tubuh terpanggang yang hingga saat ini masih tercium. Entah sampai kapan bayang-bayang itu akan hilang.”
Liana mulai menangis. Aku biarkan ia menangis. Meski tragedi itu sudah lama berlalu, rupanya semua masih terekam jelas dalam ingatanya.
“Apakah kalian tau??? Apa kamu tau?? Luka itu masih menganga di sini??? Di dada ini??”
Aku mencoba memahami apa yang ia rasakan. Aku mencoba mengerti akan luka batin yang ia derita hingga detik ini.
“Ditengah kobaran api yang mengepung. Aku mencoba untuk menyelamatkan diri. Aku mencoba untuk berlari. Melangkahi mayat-mayat yang berbaris. Mayat-mayat yang menghitam. Aku terus lari dan berlari di antara ceceran darah. Aku mencoba melangkahkan kaki di antara keberingasan masa. Aku melihat, seorang anak kecil meraung - raung. Ia mencari ibunya, tak ada satu orangpun yang menolong. Hingga aku beranikan diri melewati keberingasan masa saat itu….”
Liana menghentikan ceritanya. Isaknya tak tertahankan. Aku hapus air matanya dengan tissu yang ku ambil dari dalam tasku.
“Aku berusaha menolongnya saat itu. Tapi aku tak berhasil. Ia di seret seseorang dan di bawa entah ke mana. Saat aku berteriak minta jangan lukai anak itu, justru puluhan masa menghadangku. Kamu tau apa yang mereka lakukan terhadapku?? Apa kalian semua tau??? Mereka membawaku ke sebuah gedung tua. Mereka memperlakukan aku bak seekor binatang. Aku meronta. Tapi aku tak berdaya. Aku di perkosa oleh mereka… Aku … aku…..”
Liana histeris, aku coba menenangkanya. Memeluknya. Hingga tangisnya reda.
“Apa kamu tau berapa jumlah mereka???? Tujuh orang. Mereka bertujuh. Terkadang aku tak sanggup dengan semua ini. Aku ingin mati. Aku sungguh ingin akhiri hidup ini… Aku ingin matii…..”
Liana mulai tak terkendali. Suaranya parau. Ia berteriak histeris. Aku sungguh tak kuasa menahan ari mataku. Aku merasakan luka yang ia derita. Sesak mendengar pengakuanya. Liana mulai mengamuk. Jiwanya mulai labil. Dua orang suster mencoba menenangkanya.
Sekian puluh kali aku ke sini. Baru kali ini Liana bercerita. Biasanya ia hanya duduk dan terus berdiam.
Liana adalah kakak dari seorang temanku Dina. Aku menemainya ke rumah sakit sini untuk menjenguknya. Lama Liana berada di sini, namun luka itu masih melekat dan telah menyatu dengan tubuh dan jiwanya. Temanku yang tak lain adalah adiknya, memilih menjauh dari pada lagi - lagi mendengar cerita luka yang membuat hatinya juga terluka.
Hari sudah sore, aku mencari - cari sosok Dina yang ternyata sedang menyendiri di bangku taman rumah sakit ini.
Sebuah warna telah tertoreh dalam hidup. Warna hitam dan kelam. Bagiku Liana adalah malaikat. Seorang malaikat yang hendak menolong anak kecil.
———————-
*Sebuah fiksi yang terinspirasi dari seorang teman yang kakaknya mengalami pelecehan seksual dalam tragedi 1998 silam. Tokoh Liana adalah fiktif kompasiana.com
0 comments:
Posting Komentar