Sore itu seorang gembala sedang menggembalakan kawanan dombanya di padang rumput. Sambil bermain seruling seperti biasa ia menghibur hatinya, duduk di atas sebongkah batu besar.
Seorang yang lewat berkata, “Kawanan dombamu bagus. Boleh saya bertanya tentang hewan-hewan itu?
“Tentu,” jawab penggembala.
“Berapa jauh domba-dombamu berjalan setiap harinya?”
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?”
“Yang putih.”
“Oh, yang putih berjalan sekitar 6 km setiap hari.”
“Kalau yang hitam?”
“Yang hitam juga.”
“Lalu berapa banyak rumput mereka makan setiap harinya?”
“Yang mana, yang hitam atau yang putih?”
“Yang putih.”
“Ah, yang putih makan sekitar 4 pon rumput setiap hari.”
“Kalau yang hitam?”
“Yang hitam juga.”
“Dan, berapa banyak bulu yang mereka hasilkan setiap tahun?”
“Yang mana, yang putih atau yang hitam?”
“Yang putih.”
“Oh, menurut perkiraan saya, yang putih menghasilkan sekitar 6 pon bulu setiap tahun kalau mereka dicukur.”
“Dan, yang hitam?”
“Yang hitam juga.”
Sudah tentu yang bertanya menjadi penasaran. “Mengapa engkau mempunyai kebiasaan aneh, selalu membedakan dombamu yang putih dan hitam setiap kali menjawab pertanyaanku?”
Dengan kalem, sang gembala menjawab, “Tentu saja. Yang putih milik saya.”
“Oh, begitu, kalau yang hitam?”
“Yang hitam juga,” jawab sang gembala tanpa eksresi.
Itulah manusia. Pikirannya selalu membuat pemisahan-pemisahan bodoh, padahal oleh Sang Kasih dilihat sebagai satu. (The Prayer of The Frog) Sumber
1 Feb 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar