Ketika Hannah berusia 14 tahun, berkendara dengan orangtuanya menjadi pengalaman yang mengubah hidupnya. Di satu sisi jalan Hannah melihat seorang pria tunawisma dengan tanda meminta makanan, di sisi lain jalan seorang pria kaya mengendarai Mercedes.
Hannah tergerak oleh kesenjangan yang ada dan percaya bahwa keluarganya bisa melakukan sesuatu untuk membuat perbedaan di dunia ini. Keluarga itu sudah aktif dalam berbagai komunitas dan organisasi nirlaba. Tapi, ketika dia meminta orangtuanya untuk menjual rumah keluarga dan menyumbangkan sebagian uangnya untuk amal, mereka tidak begitu yakin.
Remaja ini bertekad agar keluarganya membagi sebagian kekayaan mereka untuk meningkatkan kehidupan orang lain. Dia berargumen bahwa 604 meter persegi rumah mereka terlalu besar untuk keluarga mereka yang terdiri atas empat orang. Tahun berikutnya, bersama dengan kakaknya, keluarga mendiskusikan ide Hannah dan ditimbang-timbang pilihan mereka.
Pada akhrnya, keluarga memutuskan untuk menurunkan ukuran. Mereka menjual rumah mereka dan pindah ke rumah yang lebih kecil. Mereka menyumbangkan setengah uang dari penjualan rumah mereka untuk sebuah organisasi yang membantu desa-desa di negara berkembang menjadi mandiri. Selama beberapa tahun ke depan, kontribusi amal mereka membantu untuk membangun pabrik dan pusat-pusat infrastruktur untuk sekitar 40 desa.
Bagi Hannah, salah satu bagian terbaik dari upaya kedermawanan keluarganya adalah kesempatan melakukan perjalanan ke beberapa daerah tempat sumbangan mereka dipergunakan. Ia melihat, orang-orang dari desa-desa terpencil memiliki rumah kecil tetapi sangat bahagia. Ini kontras dengan orang-orang yang lebih makmur yang dia tahu ketika kembali ke rumahnya tampak selalu tidak bahagia.
Rencana Hannah kembali mendapat manfaat tambahan. Ini membawa keluarga mereka semakin dekat dan membuat mereka menyadari, hal yang paling penting dalam hidup bukanlah ‘sesuatu’, tetapi cinta, kepercayaan, rasa hormat, dan kebersamaan sebagai bagian dari keluarga. (*) Sumber
0 comments:
Posting Komentar