Satu di antara segelintir ilmuwan yang mampu merajut hidupnya dalam ranah ilmu dan humanisme secara selaras, adalah Prof. Qei Ban Liang, Ph.D. Setidaknya, di mata anak didiknya, baik dalam civitas academica ITB Bandung, maupun para koleganya di luar negeri.
Dalam biografinya Pelopor Bioteknologi, Begawan Kima dan Sosok Guru Yang Humanis (CDK, 2008), ilmuwan kelahiran Blitar ini dilukiskan menarik. Pencapaiannya di bidang bioteknologi diakui dunia internasioanal, tapi sebagai pendidik ia juga dikenal amat humanis. Ia layaknya "Nyala Api" kasih yang mampu meluluhkan kekerasan hati siapa pun dengan pendekatannya yang unik seperti diibaratkan dalam kisah berikut ini.
Suatu hari Kapak, Gergaji, Palu, dan Nyala Api mengadakan perjalanan bersama-sama. Di tengah gurun perjalanan mereka terhenti lantaran terhalang sebatang besi baja yang melintang di jalan. Berbekal kekuatan masing-masing, mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut
"Beres! Akan aku singkirkan," kata Kapak. Baja tersebut lantas dihantamnya bertubi-tubi. Namun karena keras dan kuat, akhirnya mata kapak malah tumpul. Kapak menyerah.
"Kalau begitu, biar aku saja yang urus," giliran Gergaji unjuk gigi. Dengan gigi-giginya yang tajam, ia langsung menggergaji. Hasilnya? Sama saja. Gigi gergaji rontok semua.
"Apa kubilang!" timpal Palu. "Kalian tidak akan bisa melakukan hal ini. Akan kutunjukkan caranya." Apa yang terjadi? Baru sekali ia memukul, kepalanya terpental sendiri, benjol. Sedangkan Baja tetap tak berubah.
Sementara itu, Sang Api yang sedari tadi diam saja mendengarkan semua pertengkaran teman-temannya kini angkat bicara. "Boleh aku mencoba membantu kalian?" Tanpa menunggu lagi ia segera melingkarkan diri dan memeluk dengan lembut si baja pengalang tersebut. Ia mendekap erat-erat baja tersebut tanpa melepaskan diri. Akhirnya baja yang keras itu pun meleleh dan cair.
Ada banyak hati yang cukup keras untuk melawan kemurkaan dan kemarahan demi harga tinggi. Tapi jarang ada hati yang tahan melawan nyala api cinta kasih yang hangat. Nyala Api itulah yang menjadi pegangan Prof Oei dalam kehidupan sehari-hari. Tak berbeda apa yang dikatakan Carl Gustav Jung, ahli psikoanalisis ternama dari Swiss. Where love rules, there is no will to power, and where power predominates, there love is lacking. The one is the shadow of the other.
Selamat menunaikan ibadah puasa!
Sumber: http://intisari-online.com
Dalam biografinya Pelopor Bioteknologi, Begawan Kima dan Sosok Guru Yang Humanis (CDK, 2008), ilmuwan kelahiran Blitar ini dilukiskan menarik. Pencapaiannya di bidang bioteknologi diakui dunia internasioanal, tapi sebagai pendidik ia juga dikenal amat humanis. Ia layaknya "Nyala Api" kasih yang mampu meluluhkan kekerasan hati siapa pun dengan pendekatannya yang unik seperti diibaratkan dalam kisah berikut ini.
Suatu hari Kapak, Gergaji, Palu, dan Nyala Api mengadakan perjalanan bersama-sama. Di tengah gurun perjalanan mereka terhenti lantaran terhalang sebatang besi baja yang melintang di jalan. Berbekal kekuatan masing-masing, mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut
"Beres! Akan aku singkirkan," kata Kapak. Baja tersebut lantas dihantamnya bertubi-tubi. Namun karena keras dan kuat, akhirnya mata kapak malah tumpul. Kapak menyerah.
"Kalau begitu, biar aku saja yang urus," giliran Gergaji unjuk gigi. Dengan gigi-giginya yang tajam, ia langsung menggergaji. Hasilnya? Sama saja. Gigi gergaji rontok semua.
"Apa kubilang!" timpal Palu. "Kalian tidak akan bisa melakukan hal ini. Akan kutunjukkan caranya." Apa yang terjadi? Baru sekali ia memukul, kepalanya terpental sendiri, benjol. Sedangkan Baja tetap tak berubah.
Sementara itu, Sang Api yang sedari tadi diam saja mendengarkan semua pertengkaran teman-temannya kini angkat bicara. "Boleh aku mencoba membantu kalian?" Tanpa menunggu lagi ia segera melingkarkan diri dan memeluk dengan lembut si baja pengalang tersebut. Ia mendekap erat-erat baja tersebut tanpa melepaskan diri. Akhirnya baja yang keras itu pun meleleh dan cair.
Ada banyak hati yang cukup keras untuk melawan kemurkaan dan kemarahan demi harga tinggi. Tapi jarang ada hati yang tahan melawan nyala api cinta kasih yang hangat. Nyala Api itulah yang menjadi pegangan Prof Oei dalam kehidupan sehari-hari. Tak berbeda apa yang dikatakan Carl Gustav Jung, ahli psikoanalisis ternama dari Swiss. Where love rules, there is no will to power, and where power predominates, there love is lacking. The one is the shadow of the other.
Selamat menunaikan ibadah puasa!
Sumber: http://intisari-online.com
0 comments:
Posting Komentar