Cerita ini sudah begitu fenomenal di berbagai blog yang dapat anda temui dengan mudah. Kalau selama ini kita selaku umat manusia dituntut untuk lebih kreatif dalam bekerja dan berkarya maka begitu pula dengan Iblis, makhluk terlaknat ini juga mengembangkan daya kreatifnya untuk menggiring manusia ke dalam lembah dosa dan penyesalan.
Berikut kisahnya..
Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum’at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.
Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. “Hai, Blis!”, panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : “Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini!”, jawab Iblis ketus.
“Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci,Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!”, Kiai mencoba mengusir.
“Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru”. Kiai tercenung. “Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu”. “Dengan apa?”
“Dengan sajadah!”
“Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?”
“Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!”
“Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?”
“Bukan itu saja Kiai…”
“Lalu?”
“Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar”
“Untuk apa?”
“Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah”.
Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.
Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
“Nah, lihat itu Kiai!”, Iblis memulai dialog lagi.
“Yang mana?”
“Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka”.
Iblis lenyap.
Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.
Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
“Astaghfirullahal adziiiim “, ujar sang Kiai pelan. “ kisahislami.
30 Nov 2011
29 Nov 2011
Mencari Kedamaian
Kali ini seorang Raja mengadakan sayembara membuat lukisan bertema kedamaian. Banyak seniman mendaftarkan karyanya mengikuti sayembara tersebut. Dari ratusan lukisan yang dikirim, hanya dua buah yang dianggapnya layak. Nantinya, Raja akan menentukan satu di antara kedua lukisan tersebut sebagai pemenang.
Lukisan pertama berupa pemandangan sebuah danau luas dengan air jernih membiru. Permukaan airnya yang tenang bak cermin alam indah dikelilingi gunung-gunung menjulang tinggi. Suasana alam itu terasa damai dalam selimut birunya langit yang dihiasi awan putih tipis. Siapa pun yang melihat pasti akan mengatakan lukisan itu menggambarkan kedamaian.
Kanvas kedua melukiskan pegunungan yang gundul dengan jurang dan lereng terjal. Di atas terlihat langit gelap dengan awan tebal. Di atas terlihat langit gelap dengan awan tebal. Butiran-butiran air hujan yang amat deras tampak berkilat-kilat tak ramah karena pantulan kilatan petir. Di bawah lereng gunung, tertumpah air terjun yang berbuih-buih. Dari pemandangan ini memang tidak terlihat ada suasana damai.
Namun ketika Raja memeriksa lebih lanjut lukisan tersebut, ia melihat di balik air terjun itu ada semak kecil yang tumbuh pada sebuah ceruk batu cadas. Di dalam semak tersebut seekor induk burung sedang membangun sarangnya. Di situlah, di tengah-tengah riak dan kerasnya deburan air terjun, burung tersebut mengerami telur-telurnya. Sungguh pemandangan yang penuh kedamaian.
Akhirnya Sang Raja memilih lukisan kedua sebagai pemenangnya. “Karena,” ujar Raja, “kedamaian tidak tergantung pada tempat yang hening dan sepi. Tidak selalu harus tanpa kesulitan, dan kerja keras. Tapi kedamaian bisa tercipta di tengah suasana hiruk pikuk dan yang penting hatimu tenang dan bisa terus berkarya.”
Bisa jadi inilah yang dimaksudkan oleh David Herbert Lawrence - penulis Inggris yang kontroversial - dalam Reflection on the Death of A Porcupine and Other Essays (1925), …. Memang tidak menyenangkan kalau harus berperang melawan lingkungan sekitar. Tetapi terkadang itu adalah satu-satunya cara untuk bisa mempertahankan kedamaian jiwa. Kedamaian kehidupan, perjuangan hidup manusia. intisari
Lukisan pertama berupa pemandangan sebuah danau luas dengan air jernih membiru. Permukaan airnya yang tenang bak cermin alam indah dikelilingi gunung-gunung menjulang tinggi. Suasana alam itu terasa damai dalam selimut birunya langit yang dihiasi awan putih tipis. Siapa pun yang melihat pasti akan mengatakan lukisan itu menggambarkan kedamaian.
Kanvas kedua melukiskan pegunungan yang gundul dengan jurang dan lereng terjal. Di atas terlihat langit gelap dengan awan tebal. Di atas terlihat langit gelap dengan awan tebal. Butiran-butiran air hujan yang amat deras tampak berkilat-kilat tak ramah karena pantulan kilatan petir. Di bawah lereng gunung, tertumpah air terjun yang berbuih-buih. Dari pemandangan ini memang tidak terlihat ada suasana damai.
Namun ketika Raja memeriksa lebih lanjut lukisan tersebut, ia melihat di balik air terjun itu ada semak kecil yang tumbuh pada sebuah ceruk batu cadas. Di dalam semak tersebut seekor induk burung sedang membangun sarangnya. Di situlah, di tengah-tengah riak dan kerasnya deburan air terjun, burung tersebut mengerami telur-telurnya. Sungguh pemandangan yang penuh kedamaian.
Akhirnya Sang Raja memilih lukisan kedua sebagai pemenangnya. “Karena,” ujar Raja, “kedamaian tidak tergantung pada tempat yang hening dan sepi. Tidak selalu harus tanpa kesulitan, dan kerja keras. Tapi kedamaian bisa tercipta di tengah suasana hiruk pikuk dan yang penting hatimu tenang dan bisa terus berkarya.”
Bisa jadi inilah yang dimaksudkan oleh David Herbert Lawrence - penulis Inggris yang kontroversial - dalam Reflection on the Death of A Porcupine and Other Essays (1925), …. Memang tidak menyenangkan kalau harus berperang melawan lingkungan sekitar. Tetapi terkadang itu adalah satu-satunya cara untuk bisa mempertahankan kedamaian jiwa. Kedamaian kehidupan, perjuangan hidup manusia. intisari
Labels:
Inspirasi
Tujuh Buli-buli Emas
Seorang tukang cukur sedang berjalan di bawah sebatang pohon yang angker, ketika ia mendengar suara yang berkata: “Inginkah engkau mempunyai emas sebanyak tujuh buli-buli?” Tukang cukur itu melihat kiri kanan dan tidak tampak seorang pun. Tetapi nafsu lobanya timbul, maka dengan tak sabar ia menjawab lantang: “Ya, aku ingin!” “'Kalau begitu, pulanglah segera ke rumah,” kata suara itu, “engkau akan menemukannya di sana.”
Si tukang cukur cepat-cepat berlari pulang. Sungguh, ada tujuh buli-buli penuh emas, kecuali satu yang hanya berisi setengah saja. Si tukang cukur tak bisa melepaskan pikiran bahwa satu buli-buli hanya berisi setengah saja. Ia ingin sekali untuk segera mengisinya sampai penuh. Sebab jika tidak, ia tidak akan bahagia.
Seluruh perhiasan milik anggota keluarganya disuruhnya dilebur menjadi uang emas dan dimasukkannya dalam buli-buli yang berisi setengah itu. Tetapi buli-buli itu tetap berisi setengah seperti semula. Ini menjengkelkan! Ia menabung, menghemat, dan berpuasa sampai ia sendiri dan seluruh keluarganya kelaparan. Namun demikian, sia-sia belaka. Biarpun begitu banyak emas telah dimasukkannnya ke dalamnya, buli-buli itu tetap berisi setengah saja.
Pada suatu hari ia minta kenaikan gaji kepada raja. Upahnya dilipatduakan. Sekali lagi ia berjuang untuk mengisi buli-buli itu. Bahkan ia sampai mengemis. Namun buli-buli itu tetap menelan setiap mata uang emas yang dimasukkan dan tetap berisi setengah.
Raja mulai memperhatikan, betapa tukang cukur itu tampak kurus dan menderita. “Kau punya masalah apa?” tanya sang raja. “Kau dulu begitu puas dan bahagia waktu gajimu kecil saja. Sekarang gajimu sudah lipat dua, namun kau begitu muram dan lesu. Barangkali kau menyimpan tujuh buli-buli emas itu?”
Tukang cukur terheran-heran. “Siapakah yang menceritakan hal itu kepada Paduka, ya Tuanku Raja?”
Raja tertawa seraya berkata. “Tindak-tandukmu jelas menampakkan gejala-gejala yang terdapat pada semua orang yang ditawari tujuh buli-buli emas oleh setan. Ia pernah menawarkannya juga kepadaku. Aku bertanya, apakah uang itu boleh dipergunakan atau semata-mata untuk disimpan. Namun ia terus menghilang tanpa berkata apa-apa. Uang itu tidak bisa digunakan, tetapi hanya memaksa orang supaya mau menyimpannya. Lekas kembalikanlah uang itu pada setan. Pastilah engkau akan bahagia kembali!” intisari
Si tukang cukur cepat-cepat berlari pulang. Sungguh, ada tujuh buli-buli penuh emas, kecuali satu yang hanya berisi setengah saja. Si tukang cukur tak bisa melepaskan pikiran bahwa satu buli-buli hanya berisi setengah saja. Ia ingin sekali untuk segera mengisinya sampai penuh. Sebab jika tidak, ia tidak akan bahagia.
Seluruh perhiasan milik anggota keluarganya disuruhnya dilebur menjadi uang emas dan dimasukkannya dalam buli-buli yang berisi setengah itu. Tetapi buli-buli itu tetap berisi setengah seperti semula. Ini menjengkelkan! Ia menabung, menghemat, dan berpuasa sampai ia sendiri dan seluruh keluarganya kelaparan. Namun demikian, sia-sia belaka. Biarpun begitu banyak emas telah dimasukkannnya ke dalamnya, buli-buli itu tetap berisi setengah saja.
Pada suatu hari ia minta kenaikan gaji kepada raja. Upahnya dilipatduakan. Sekali lagi ia berjuang untuk mengisi buli-buli itu. Bahkan ia sampai mengemis. Namun buli-buli itu tetap menelan setiap mata uang emas yang dimasukkan dan tetap berisi setengah.
Raja mulai memperhatikan, betapa tukang cukur itu tampak kurus dan menderita. “Kau punya masalah apa?” tanya sang raja. “Kau dulu begitu puas dan bahagia waktu gajimu kecil saja. Sekarang gajimu sudah lipat dua, namun kau begitu muram dan lesu. Barangkali kau menyimpan tujuh buli-buli emas itu?”
Tukang cukur terheran-heran. “Siapakah yang menceritakan hal itu kepada Paduka, ya Tuanku Raja?”
Raja tertawa seraya berkata. “Tindak-tandukmu jelas menampakkan gejala-gejala yang terdapat pada semua orang yang ditawari tujuh buli-buli emas oleh setan. Ia pernah menawarkannya juga kepadaku. Aku bertanya, apakah uang itu boleh dipergunakan atau semata-mata untuk disimpan. Namun ia terus menghilang tanpa berkata apa-apa. Uang itu tidak bisa digunakan, tetapi hanya memaksa orang supaya mau menyimpannya. Lekas kembalikanlah uang itu pada setan. Pastilah engkau akan bahagia kembali!” intisari
Labels:
Inspirasi
Bingkisan Cinta
Andi (25), menderita kanker yang menurut dokter tak lagi bisa disembuhkan. Sepanjang waktu ia dirawat ibunya. Bosan di rumah terus, suatu sore pemuda itu ingin mencari udara segar. Ia berjalan-jalan di pertokoan, tak jauh dari rumahnya. Langkahnya terhenti di depan toko kaset. Ada magnet yang menarik hati. Yakni, wajah cantik gadis pemilik toko. Dengan hatinya bergetar, ia masuk ke dalam.
”Ada yang bisa saya bantu?” si gadis tersenyum.
”Mmmm ... mm ... saya mau beli kaset,” yang ditanya tersipu. Asal-asalan ia menunjuk sebuah kaset dan membayarnya.
”Sebentar, saya bungkus dulu.” Sesaat si gadis menghilang di balik pintu, kemudian muncul sambil menyodorkan kaset yang terbungkus rapi. Andi lantas pulang. Tanpa dibuka, kaset dimasukkan lemari. Sejak itu setiap sore ia pergi ke toko yang sama, membeli kaset. Ya, Andi sedang jatuh cinta, tapi tak berani berterus terang. Lantaran sering melamun, sang Ibu menasihati agar ia mengutarakan isi hatinya kepada si gadis.
Dengan segala keberanian, keesokkan hari Andi kembali mengunjungi toko. Seperti biasa ia membeli sebuah kaset. Begitu gadis itu ke belakang untuk membungkus kaset, ia meninggalkan secarik kertas berisi nomor teleponnya di meja toko.
Beberapa hari kemudian, telepon di rumah berdering. Yang mengangkat telepon ibu Andi, ”Halo ....” Benar, sang gadis menelepon. Ia bertanya mengapa beberapa hari Andi tidak muncul. Mendengar itu sang ibu menangis tersedu, ”Apakah kamu tidak tahu? Andi telah meninggal dunia kemarin ....”
Sang Ibu masuk ke kamar anak tercintanya. Sambil mengenang, ia membuka lemari pakaian dan terkejut melihat tumpukan bungkusan, yang setelah dibuka ternyata kaset. Ketika membuka satu bungkusan ia menemukan sehelai kartu nama, dengan tulisan tangan mungil ... ”Hai ... kamu ganteng. Maukah kau jadi pacarku? Love, Monik.”
Karena penasaran, semua bungkusan itu dibuka satu demi satu. Di dalam setiap bungkusan ditemukan kartu nama yang sama dengan tulisan yang sama. Tak salah bila Oscar Wilde penyair dan dramawan kelahiran Dublin dalam sebuah karyanya De Profundis (1962) pernah menyatakan, when you really want love, you will find it waiting for you. intisari
”Ada yang bisa saya bantu?” si gadis tersenyum.
”Mmmm ... mm ... saya mau beli kaset,” yang ditanya tersipu. Asal-asalan ia menunjuk sebuah kaset dan membayarnya.
”Sebentar, saya bungkus dulu.” Sesaat si gadis menghilang di balik pintu, kemudian muncul sambil menyodorkan kaset yang terbungkus rapi. Andi lantas pulang. Tanpa dibuka, kaset dimasukkan lemari. Sejak itu setiap sore ia pergi ke toko yang sama, membeli kaset. Ya, Andi sedang jatuh cinta, tapi tak berani berterus terang. Lantaran sering melamun, sang Ibu menasihati agar ia mengutarakan isi hatinya kepada si gadis.
Dengan segala keberanian, keesokkan hari Andi kembali mengunjungi toko. Seperti biasa ia membeli sebuah kaset. Begitu gadis itu ke belakang untuk membungkus kaset, ia meninggalkan secarik kertas berisi nomor teleponnya di meja toko.
Beberapa hari kemudian, telepon di rumah berdering. Yang mengangkat telepon ibu Andi, ”Halo ....” Benar, sang gadis menelepon. Ia bertanya mengapa beberapa hari Andi tidak muncul. Mendengar itu sang ibu menangis tersedu, ”Apakah kamu tidak tahu? Andi telah meninggal dunia kemarin ....”
Sang Ibu masuk ke kamar anak tercintanya. Sambil mengenang, ia membuka lemari pakaian dan terkejut melihat tumpukan bungkusan, yang setelah dibuka ternyata kaset. Ketika membuka satu bungkusan ia menemukan sehelai kartu nama, dengan tulisan tangan mungil ... ”Hai ... kamu ganteng. Maukah kau jadi pacarku? Love, Monik.”
Karena penasaran, semua bungkusan itu dibuka satu demi satu. Di dalam setiap bungkusan ditemukan kartu nama yang sama dengan tulisan yang sama. Tak salah bila Oscar Wilde penyair dan dramawan kelahiran Dublin dalam sebuah karyanya De Profundis (1962) pernah menyatakan, when you really want love, you will find it waiting for you. intisari
Labels:
Inspirasi
Dibesuk Malaikat
Lily Hendra kebingungan ketika malam itu dokter memberitahu lewat telepon, suaminya terkena serangan jantung serius selagi menjalani pemeriksaan kesehatan. Tanpa pikir panjang, bahkan gagang teleponnya pun belum ditutup, ia meluncur ke rumah sakit. Lily mencoba untuk tidak berprasangka buruk, namun ketika sampai di kamar rawat sang suami, ia begitu emosional. Berbagai macam selang, infus, alat-alat medis yang besar, serta layar monitor dengan tampilan garis-garis meliuk-liuk, tampak mengitari tubuh suaminya yang terbujur tak berdaya.
“Apa yang terjadi?” teriaknya panik.
“Terkena stroke,” ujar seorang perawat lirih. “Sekarang ia sudah mulai stabil, namun masih belum bisa bereaksi.”
Sambil menahan gemetar, Lily berjongkok di sisi ranjang dan memegang erat-erat tangan suaminya. “Sayang, kami amat mencintaimu,” bisiknya sambil meletakkan telapak tangan si sakit di keningnya. Ia berdoa memohon agar suaminya cepat sembuh.
“Bu Hendra, apa yang Anda lakukan di sini?” seorang dokter bertanya dari pintu kamar. Bawel amat dokter ini, pikir Lily.
“Tidakkah Dokter lihat? Saya sedang berdoa untuk suami saya,” jawabnya.
“Ya, tapi Pak Hendra ada di kamar sebelah.”
Ternyata, lantaran panik dan emosional, Lily salah masuk kamar. “Oh, Tuhan, betapa bodohnya aku! Semoga pria malang ini tidak terganggu,” katanya sambil berlalu dari kamar tersebut. “Dia belum sadar. Barangkali ia tidak mendengar yang Anda katakan,” hibur si dokter.
Hari berikutnya, ketika Lily membesuk suaminya, ranjang di kamar sebelah terlihat kosong. “Apa yang terjadi dengan pasien di sebelah?”
“Kemarin ia siuman sesaat setelah Anda pergi,” ujar sang dokter. “Dalam perawatan lanjutan, kondisinya terus membaik. Menurut pengakuannya kemarin, ia didatangi malaikat, yang membisikkan kepadanya agar segera sembuh.” Sumber
“Apa yang terjadi?” teriaknya panik.
“Terkena stroke,” ujar seorang perawat lirih. “Sekarang ia sudah mulai stabil, namun masih belum bisa bereaksi.”
Sambil menahan gemetar, Lily berjongkok di sisi ranjang dan memegang erat-erat tangan suaminya. “Sayang, kami amat mencintaimu,” bisiknya sambil meletakkan telapak tangan si sakit di keningnya. Ia berdoa memohon agar suaminya cepat sembuh.
“Bu Hendra, apa yang Anda lakukan di sini?” seorang dokter bertanya dari pintu kamar. Bawel amat dokter ini, pikir Lily.
“Tidakkah Dokter lihat? Saya sedang berdoa untuk suami saya,” jawabnya.
“Ya, tapi Pak Hendra ada di kamar sebelah.”
Ternyata, lantaran panik dan emosional, Lily salah masuk kamar. “Oh, Tuhan, betapa bodohnya aku! Semoga pria malang ini tidak terganggu,” katanya sambil berlalu dari kamar tersebut. “Dia belum sadar. Barangkali ia tidak mendengar yang Anda katakan,” hibur si dokter.
Hari berikutnya, ketika Lily membesuk suaminya, ranjang di kamar sebelah terlihat kosong. “Apa yang terjadi dengan pasien di sebelah?”
“Kemarin ia siuman sesaat setelah Anda pergi,” ujar sang dokter. “Dalam perawatan lanjutan, kondisinya terus membaik. Menurut pengakuannya kemarin, ia didatangi malaikat, yang membisikkan kepadanya agar segera sembuh.” Sumber
Labels:
Hikmah
28 Nov 2011
Kaki pincang yang menghantarkan ke syurga
Tokoh dari Bani Salamah ini memiliki empat orang putra yang semua pemuda pemuda gagah berani yang selalu siap siaga dalam setiap menyambut seruan jihad dari Rasulullah SAW. ia merasa kecewa karena cacat kaki yang menjadikan ia pincang menjadikan ia gagal meraih kemulian sebagai ahlul Badar. Ia tidak bisa ikut perang Badar karena tidak lolos seleksi dari Rasulullah SAW. Beliau SAW memberi rukhsoh kepada mereka yang cacat untuk tidak ikut berangkat perang dan bisa digantikan oleh anggota keluarga lain seperti anak laki laki yang cukup umur atau budak laki laki yang bisa mengangkat senjata atau membawa perbekalan perang. Padahal ia telah menyiapakan segala sesuatunya dengan matang untuk bisa melengkapi tiga ratus tiga belas orang lainnya menuju medan Badar, tapi apa mau dikata Rasulullah SAW dengan tegas melarang ia untuk keluar Madinah. Dan ia harus taat kepada Rasulullah SAW. sebagai gantinya maka anak anaknya adalah pemuda pemuda yang menyumbang andil besar bagi kemenangan kaum muslimin di Badar. Orang tua yang pincang itu adalah Amr bin Jamuh r.a
Lain Badar lain pula dengan Uhud. Semenjak tidak ikut dalam peperangan Badar. Kesedihan selalu menghinggapi Amr bin Jamuh, ia telah bertekad untuk meraih syahid di medan jihad. Ia akan merayu Rasulullah SAW dengan segala cara dan upaya untuk diijinkan ikut berperang bila telah tiba seruan itu.
Kini telah tiba berhembus aroma syurga dari Uhud dan seruan berperangpun telah disampaikan kepada kaum muslimin. Amr bin Jamuh r.a lalu pergi menemui Nabi saw memohon kepadanya agar diijinkan turut berperang, ia berkata “Ya Rasulallah, putra-putraku bermaksud hendak menghalangiku pergi berperang bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut surga”·
Karena permintaannya yang amat sangat, Nabi saw memberinya ijin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira, ia berjalan berjingkat-jingkat. Kemudian mari kita dengar doanya yang sangat masyhur sebagi salah satu ahli syahid medan Uhud, ia berdoa “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku!”
Allah telah mengatur setiap urusan manusia. Demikian juga dengan dua pasukan yang telah saling berhadapan di bawah bukit Uhud. Perang berkecamuk dengan sengit. Teriknya matahari makin menambah peluh dan kelelahan diantara dua pasukan. Pasukan kaum muslimin terus mendesak mundur pasukan Quraisy sebelum akhirnya mereka dibuat terkejut oleh pasukan berkuda Khalid bin Walid yang waktu itu belum masuk Islam berhasil menguasai Bukit Uhud yaitu tempat paling strategis untuk menyerang musuh dengan anak panah. Pasukan kaum muslimin kehilangan ritme perjuangan sehingga bisa didesak mundur.
Hal itu tidak membuat Amr bin Jamuh bersama keempat putranya menyusut keberaniannya, mereka maju ke depan menebaskan pedangnya kepada tentara penyeru kesesatan dan pasukan syirik.
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk pikuk itu Amr melompat , dan sekali lompat pedangnya menyambar satu kepala dari kepala-kepala orang musyrik. Ia terus melepaskan pukulan-pukulan pedangnya ke kiri ke kanan dengan tangan kanannya, sambil menengok ke sekelilingnya, seolah-olah merrgharapkan kedatangan Malaikat dengan secepatnya yang akan menemani dan mengawalnya masuk syurga.
Memang ia telah memohon kepada Allah agar diberi syahid dan ia yakin bahwa Allah SWT pastilah akan mengabulkannya. Dan ia rindu, amat rindu sekali untuk berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam surga, agar ahli surga itu sama mengetahui bahwa Muhammad Rasulullah saw itu tahu bagaimana caranya memilih shahabat dan bagaimana pula mendidik dan menempa manusia.
Dan apa yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah, suatu pukulan pedang yang berkelebat menghantarkannya ke tempat paling indah yang selama ini ia impikan. Pukulan itu begitu keras hingga ia tidak bisa bangun lagi dan melanjutkan perjuangan karena ia kini akan melanjutkan perjalanan menuju syurga.
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kaum muslimin tentang apa yang mesti dilakukan terhadap jasad Amr bin jamuh “ Perhatikanlah, kuburkanlah jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh di makam yang satu, karena selagi hidup mereka adalah dua orang shahabat yang setia dan saling berkasih sayang”
Demikian indah kehidupan Amr bin Jamuh. Dengan kaki pincang itu ia telah meraih puncak kenikmatan di taman taman syurga..pasti anda semua tertarik kan?? kisahislami
Lain Badar lain pula dengan Uhud. Semenjak tidak ikut dalam peperangan Badar. Kesedihan selalu menghinggapi Amr bin Jamuh, ia telah bertekad untuk meraih syahid di medan jihad. Ia akan merayu Rasulullah SAW dengan segala cara dan upaya untuk diijinkan ikut berperang bila telah tiba seruan itu.
Kini telah tiba berhembus aroma syurga dari Uhud dan seruan berperangpun telah disampaikan kepada kaum muslimin. Amr bin Jamuh r.a lalu pergi menemui Nabi saw memohon kepadanya agar diijinkan turut berperang, ia berkata “Ya Rasulallah, putra-putraku bermaksud hendak menghalangiku pergi berperang bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut surga”·
Karena permintaannya yang amat sangat, Nabi saw memberinya ijin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya, dan dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira, ia berjalan berjingkat-jingkat. Kemudian mari kita dengar doanya yang sangat masyhur sebagi salah satu ahli syahid medan Uhud, ia berdoa “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku!”
Allah telah mengatur setiap urusan manusia. Demikian juga dengan dua pasukan yang telah saling berhadapan di bawah bukit Uhud. Perang berkecamuk dengan sengit. Teriknya matahari makin menambah peluh dan kelelahan diantara dua pasukan. Pasukan kaum muslimin terus mendesak mundur pasukan Quraisy sebelum akhirnya mereka dibuat terkejut oleh pasukan berkuda Khalid bin Walid yang waktu itu belum masuk Islam berhasil menguasai Bukit Uhud yaitu tempat paling strategis untuk menyerang musuh dengan anak panah. Pasukan kaum muslimin kehilangan ritme perjuangan sehingga bisa didesak mundur.
Hal itu tidak membuat Amr bin Jamuh bersama keempat putranya menyusut keberaniannya, mereka maju ke depan menebaskan pedangnya kepada tentara penyeru kesesatan dan pasukan syirik.
Di tengah-tengah pertarungan yang hiruk pikuk itu Amr melompat , dan sekali lompat pedangnya menyambar satu kepala dari kepala-kepala orang musyrik. Ia terus melepaskan pukulan-pukulan pedangnya ke kiri ke kanan dengan tangan kanannya, sambil menengok ke sekelilingnya, seolah-olah merrgharapkan kedatangan Malaikat dengan secepatnya yang akan menemani dan mengawalnya masuk syurga.
Memang ia telah memohon kepada Allah agar diberi syahid dan ia yakin bahwa Allah SWT pastilah akan mengabulkannya. Dan ia rindu, amat rindu sekali untuk berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam surga, agar ahli surga itu sama mengetahui bahwa Muhammad Rasulullah saw itu tahu bagaimana caranya memilih shahabat dan bagaimana pula mendidik dan menempa manusia.
Dan apa yang ditunggu-tunggunya itu pun tibalah, suatu pukulan pedang yang berkelebat menghantarkannya ke tempat paling indah yang selama ini ia impikan. Pukulan itu begitu keras hingga ia tidak bisa bangun lagi dan melanjutkan perjuangan karena ia kini akan melanjutkan perjalanan menuju syurga.
Dan tatkala Kaum Muslimin memakamkan para syuhada mereka, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kaum muslimin tentang apa yang mesti dilakukan terhadap jasad Amr bin jamuh “ Perhatikanlah, kuburkanlah jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh di makam yang satu, karena selagi hidup mereka adalah dua orang shahabat yang setia dan saling berkasih sayang”
Demikian indah kehidupan Amr bin Jamuh. Dengan kaki pincang itu ia telah meraih puncak kenikmatan di taman taman syurga..pasti anda semua tertarik kan?? kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Tinggalkan yang haram, engkau akan dapat yang halal
Suatu malam yang hening, terlihat seorang lelaki berjalan-jalan di sekitar Madinah dalam keadaan lapar. Dia berhenti di luar sebuah rumah karena hidungnya mencium aroma makanan. Tampaknya iman dalam dirinya belum cukup kuat untuk menuntun perilakunya. Karena tergiur dengan makanan itu, dia menyusup masuk ke dalam rumah tersebut tanpa izin. Namun, ketika dia hendak mengulurkan tangannya untuk menggapai makanan tersebut, tiba-tiba dia teringat pesan Rasulullah SAW yang pernah didengarnya “Barangsiapa meninggalkan yang haram, dia akan mendapat yang halal”.
Mengingat kata-kata itu, dia urung mengambil makanan tadi. Dia hendak segera pergi, tapi godaan lain berkelebat di depan mata. Sebuah bungkusan menarik perhatiannya. Segera bungkusan itu di genggamnya, dengan rasa yakin tak ada orang yang tahu. Namun sekali lagi niat jahatnya dilumpuhkan oleh pesan Rasulullah SAW “Tinggalkan yang haram, engkau akan dapat yang halal”. Diletakkannya kembali barang berharga itu seraya membatin “Haram mengambil barang milik orang lain”
Belum sempat melangkah keluar, matanya menangkap godaan lebih hebat. Dadanya berdebar kencang melihat seorang perempuan cantik sedang terlelap di atas kasurnya. Perlahan dia mendekat. Tangannya bergetar, peluhpun mengalir membasahi tubuh. Nafsu membisikkan kata-kata indah ditelinganya, namun pesan Rasulullah SAW kembali kencang terngiang “Tinggalkan yang haram, akan kau dapatkan yang halal”
Dia pun beristighfar sembari perlahan melangkah pergi membawa pesan Rasulullah SAW yang melekat disanubarinya. Dia berhasil mematahkan keinginan nafsunya. Lega di hatinya sangat terasa begitu kakinya telah menapak di masjid Nabi, seusai “perang sengit” melawan godaan syaitan. Selesai sholat subuh berjamaah, lelaki itu merebahkan diri di lantai masjid, karena rasa kantuk yang tak kuasa ia lawan.
Setelah matahari meninggi, seorang perempuan datang menjumpai Rasulullah SAW di masjid. Dia mengadu rumahnya dimasuki orang. Dia takut hal itu terjadi lagi, lalu meminta kepada Beliau SAW seorang pengawal yang dapat menjaga rumah dan hartanya. Rupanya dia seorang janda.
Rasulullah SAW memandang sekelilingnya, kalau-kalau ada orang yang dapat menjaga wanita itu. Matanya tertuju pada sosok lelaki sedang terlelap di sudut masjid. Beliaupun menemui dan menanyainya, adakah dia telah beristri “Saya seorang duda”, jawab lelaki itu singkat. Beliau lalu bertanya kepada si wanita dan si lelaki, apakah keduanya bersedia menjadi suami istri. keduanya tampak tersipu malu mendengar tawaran Rasulullah SAW.
Teringat perbuatannya semalam, lelaki itu tidak dapat menahan diri daripada menangis lalu menceritakan apa yang sebenarnya berlaku di rumah wanita tersebut. Dia bertaubat. Dan akhirnya Rasulullah SAW menikahkan lelaki dan wanita itu dengan disaksikan oleh para Sahabat. Berkat meninggalkan yang haram, dia mendapat yang halal sebagai penggantinya.
Kini, wanita cantik itu dan segala di dalam rumahnya menjadi halal baginya. Godaan syaitan selalu datang di sepanjang umur kita. Tetapi umur itu akan menjadi indah, jika pada saat godaan itu datang
kita mampu menahan diri, menekan nafsu, melawan syaitan agar bisa terhindar dari perangkap yang membinasakan, seperti halnya lelaki dalam kisah ini. kisahislami.
Mengingat kata-kata itu, dia urung mengambil makanan tadi. Dia hendak segera pergi, tapi godaan lain berkelebat di depan mata. Sebuah bungkusan menarik perhatiannya. Segera bungkusan itu di genggamnya, dengan rasa yakin tak ada orang yang tahu. Namun sekali lagi niat jahatnya dilumpuhkan oleh pesan Rasulullah SAW “Tinggalkan yang haram, engkau akan dapat yang halal”. Diletakkannya kembali barang berharga itu seraya membatin “Haram mengambil barang milik orang lain”
Belum sempat melangkah keluar, matanya menangkap godaan lebih hebat. Dadanya berdebar kencang melihat seorang perempuan cantik sedang terlelap di atas kasurnya. Perlahan dia mendekat. Tangannya bergetar, peluhpun mengalir membasahi tubuh. Nafsu membisikkan kata-kata indah ditelinganya, namun pesan Rasulullah SAW kembali kencang terngiang “Tinggalkan yang haram, akan kau dapatkan yang halal”
Dia pun beristighfar sembari perlahan melangkah pergi membawa pesan Rasulullah SAW yang melekat disanubarinya. Dia berhasil mematahkan keinginan nafsunya. Lega di hatinya sangat terasa begitu kakinya telah menapak di masjid Nabi, seusai “perang sengit” melawan godaan syaitan. Selesai sholat subuh berjamaah, lelaki itu merebahkan diri di lantai masjid, karena rasa kantuk yang tak kuasa ia lawan.
Setelah matahari meninggi, seorang perempuan datang menjumpai Rasulullah SAW di masjid. Dia mengadu rumahnya dimasuki orang. Dia takut hal itu terjadi lagi, lalu meminta kepada Beliau SAW seorang pengawal yang dapat menjaga rumah dan hartanya. Rupanya dia seorang janda.
Rasulullah SAW memandang sekelilingnya, kalau-kalau ada orang yang dapat menjaga wanita itu. Matanya tertuju pada sosok lelaki sedang terlelap di sudut masjid. Beliaupun menemui dan menanyainya, adakah dia telah beristri “Saya seorang duda”, jawab lelaki itu singkat. Beliau lalu bertanya kepada si wanita dan si lelaki, apakah keduanya bersedia menjadi suami istri. keduanya tampak tersipu malu mendengar tawaran Rasulullah SAW.
Teringat perbuatannya semalam, lelaki itu tidak dapat menahan diri daripada menangis lalu menceritakan apa yang sebenarnya berlaku di rumah wanita tersebut. Dia bertaubat. Dan akhirnya Rasulullah SAW menikahkan lelaki dan wanita itu dengan disaksikan oleh para Sahabat. Berkat meninggalkan yang haram, dia mendapat yang halal sebagai penggantinya.
Kini, wanita cantik itu dan segala di dalam rumahnya menjadi halal baginya. Godaan syaitan selalu datang di sepanjang umur kita. Tetapi umur itu akan menjadi indah, jika pada saat godaan itu datang
kita mampu menahan diri, menekan nafsu, melawan syaitan agar bisa terhindar dari perangkap yang membinasakan, seperti halnya lelaki dalam kisah ini. kisahislami.
Labels:
Kisah Teladan
Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat
Ali bin Abi Thalib adalah keponakan Rasulullah yang sangat beliau SAW cintai. Ali sudah mengikuti risalah Islam sejak usia dini.Dia termasuk dalam kelompok yang awal masuk islam disamping Khadijah Al Kubra dan Abu Bakar As Shiddiq r.a. Ali r.a tumbuh sebagai pemuda yang taat, cerdas, tangkas, kuat,cekatan,pemberani,dermawan dan semangat dalam memenuhi panggilan jihad.
Istri beliau Fatimah Az Zahra adalah anak kesayangan Rasulullah SAW.Banyak kisah yang sangat berharga yang dapat dipetik dari kehidupan rumah tangga yang mulia ini.Rumah tangga mereka adalah percontohan dari sebuah karakter rumah tangga yang islami, mendapat langsung tarbiyah dan tazkiyah dari Rasulullah SAW. Meski anak seorang Nabi tidak berarti Fatimah hidup diistimewakan.Rasulullah mengajarkan pada putrinya peran penting seorang wanita dalam rumah tangga terutama sebagai ibu. Fatimah Az Zahra mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri.Dia menggiling gandum dengan tangannya hingga mengeras, memasak roti dari gandum hingga terkadang membuat lepuh tangannya karena panas. Menyapu rumah dan bergelut dengan debu disetiap harinya.Sering pula dia mengerjakan itu semua sambil menggendong Hasan yang masih kecil.
Suatu hari persedian makanan dirumah mereka habis .Tidak ada gandum atau roti atau kurma yang dapat mereka makan, kecuali hanya air minum saja.Sementara Ali r.a sedang keluar dalam waktu yang cukup lama untuk suatu keperluan. Fatimah Az Zahra sedih karena tidak ada yang bisa ia suguhkan untuk menyambut kedatangan suaminya. Tiba Ali r.a datang dan mengucapkan salam dan menanyakan, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Ali r.a segera keluar rumah dan menuju masjid. Kemudian wudhu dan melakukan sholat sunnat,setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Setelah itu Ali keluar rumah dan menuju masjid lagi. Kembali menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Mendengar jawaban itu Ali r.a kembali keluar rumah dan menuju ke masjid. Kembali ia menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “Sesungguhnya gilingan gandum yang telah lama tidak terpakai itu telah berputar dan menghasilkan tepung yang bisa kita buat roti,bersyukurlah wahai suamiku karena Allah telah membuka khazanahnya didepan mata kita.” Kemudian mereka menunggu gilingan gandum itu berputar dan terus menerus menghasilkan tepung.Semakin lama semakin banyak dan tempat menyimpan tepung sudah tidak mencukupi.Maka Ali r.a membuka penutup gilingan gandum itu, sejenak kemudian gilingan gandum itu berhenti berputar.Mereka lalu membuat roti untuk selanjutnya dimakan sebagai kebutuhan sehari hari mereka.
Subhanallah, Allah SWT telah menunjukan kuasanya atas gilingan gandum milik keluarga Imam Ali r.a. Sebuah ayat menyebutkan, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat”. Dan keluarga Imam Ali r.a telah memberi kita contoh bahwasanya Allah bisa memberi rejeki dengan asbab atau tanpa asbab, bahkan terkadang bertentangan dengan asbab.Selagi manusia masih hidup maka Allah masih menjamin rejekinya. Dan sesungguhnya Allah akan menjamin kenyang perut seorang hamba bila ia memiliki tawakkal seperti seekor burung yang pergi dipagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang..wallahu’alam. kisahislami
Istri beliau Fatimah Az Zahra adalah anak kesayangan Rasulullah SAW.Banyak kisah yang sangat berharga yang dapat dipetik dari kehidupan rumah tangga yang mulia ini.Rumah tangga mereka adalah percontohan dari sebuah karakter rumah tangga yang islami, mendapat langsung tarbiyah dan tazkiyah dari Rasulullah SAW. Meski anak seorang Nabi tidak berarti Fatimah hidup diistimewakan.Rasulullah mengajarkan pada putrinya peran penting seorang wanita dalam rumah tangga terutama sebagai ibu. Fatimah Az Zahra mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri.Dia menggiling gandum dengan tangannya hingga mengeras, memasak roti dari gandum hingga terkadang membuat lepuh tangannya karena panas. Menyapu rumah dan bergelut dengan debu disetiap harinya.Sering pula dia mengerjakan itu semua sambil menggendong Hasan yang masih kecil.
Suatu hari persedian makanan dirumah mereka habis .Tidak ada gandum atau roti atau kurma yang dapat mereka makan, kecuali hanya air minum saja.Sementara Ali r.a sedang keluar dalam waktu yang cukup lama untuk suatu keperluan. Fatimah Az Zahra sedih karena tidak ada yang bisa ia suguhkan untuk menyambut kedatangan suaminya. Tiba Ali r.a datang dan mengucapkan salam dan menanyakan, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Ali r.a segera keluar rumah dan menuju masjid. Kemudian wudhu dan melakukan sholat sunnat,setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Setelah itu Ali keluar rumah dan menuju masjid lagi. Kembali menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.
Mendengar jawaban itu Ali r.a kembali keluar rumah dan menuju ke masjid. Kembali ia menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “Sesungguhnya gilingan gandum yang telah lama tidak terpakai itu telah berputar dan menghasilkan tepung yang bisa kita buat roti,bersyukurlah wahai suamiku karena Allah telah membuka khazanahnya didepan mata kita.” Kemudian mereka menunggu gilingan gandum itu berputar dan terus menerus menghasilkan tepung.Semakin lama semakin banyak dan tempat menyimpan tepung sudah tidak mencukupi.Maka Ali r.a membuka penutup gilingan gandum itu, sejenak kemudian gilingan gandum itu berhenti berputar.Mereka lalu membuat roti untuk selanjutnya dimakan sebagai kebutuhan sehari hari mereka.
Subhanallah, Allah SWT telah menunjukan kuasanya atas gilingan gandum milik keluarga Imam Ali r.a. Sebuah ayat menyebutkan, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat”. Dan keluarga Imam Ali r.a telah memberi kita contoh bahwasanya Allah bisa memberi rejeki dengan asbab atau tanpa asbab, bahkan terkadang bertentangan dengan asbab.Selagi manusia masih hidup maka Allah masih menjamin rejekinya. Dan sesungguhnya Allah akan menjamin kenyang perut seorang hamba bila ia memiliki tawakkal seperti seekor burung yang pergi dipagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang..wallahu’alam. kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Surat Sang Khalifah untuk Sang Gubernur
Pernah suatu ketika salah seorang anak Khalifah Umar bin Khattab yang tinggal di Mesir kedapatan minum arak. Anak itu bernama Abdurrahman bin Umar bin Khattab. Sang Khalifah telah menerima laporan itu. Kemudian Khalifah Umar meminta gubernur Mesir Amru bin Ash untuk melaksanakan hukuman atas anaknya.
Namun Amru bin Ash merasa serba salah disebabkan karena ia adalah anak Sang Khalifah. Kemudian ia menjatuhkan hukuman sedikit berbeda yaitu mencukur kepalanya dan dilakukan secara tertutup di rumahnya. Padahal hukuman yang berlaku saat itu adalah mencukur kepala sang pelaku di depan umum dan di sebut namanya didepan umum di tengah-tengah masyarakat.
Perihal perlakuan yang berbeda ini sampai terdengar oleh Sang Khalifah. Geram Khalifah Umar kepada sang gubernur, kemudian ia mengirim sepucuk surat berbunyi “Engkau telah mencukur kepala Abdurrahman di dalam rumahmu dan kamu tahu bahwa itu bertentangan dengan apa yang aku harapkan tentang hukuman yang seharusnya berlaku atas anak itu. Abdurrahman adalah salah seorang anakku yang berada di bawah tanggung jawabku, dan kamu beralasan dengan mengatakan bahwa ia anak khalifah sedangkan kamu tahu bahwa aku tidak akan mentolerir dengan siapapun dalam melaksanakan amanah Allah SWT” kisahislami
Namun Amru bin Ash merasa serba salah disebabkan karena ia adalah anak Sang Khalifah. Kemudian ia menjatuhkan hukuman sedikit berbeda yaitu mencukur kepalanya dan dilakukan secara tertutup di rumahnya. Padahal hukuman yang berlaku saat itu adalah mencukur kepala sang pelaku di depan umum dan di sebut namanya didepan umum di tengah-tengah masyarakat.
Perihal perlakuan yang berbeda ini sampai terdengar oleh Sang Khalifah. Geram Khalifah Umar kepada sang gubernur, kemudian ia mengirim sepucuk surat berbunyi “Engkau telah mencukur kepala Abdurrahman di dalam rumahmu dan kamu tahu bahwa itu bertentangan dengan apa yang aku harapkan tentang hukuman yang seharusnya berlaku atas anak itu. Abdurrahman adalah salah seorang anakku yang berada di bawah tanggung jawabku, dan kamu beralasan dengan mengatakan bahwa ia anak khalifah sedangkan kamu tahu bahwa aku tidak akan mentolerir dengan siapapun dalam melaksanakan amanah Allah SWT” kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Burung Elang Hari Uhud
Abu Bakar r.a pernah mengisahkan satu moment pada waktu perang Uhud, “Pada waktu peperangan Uhud aku dan Abu ‘Ubaidah al-Jarrah r.a jauh dari Rasulullah SAW. Kami segera mendekat untuk merawat, tetapi beliau menolak. Kata beliau, “Tinggalkan aku. Tolonglah kawan kalian itu,” sambil memberi isyarat ke arah Thalhah.
Keduanya bergegas mencari Thalhah. Ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan. Badannya berlumur darah. Tak kurang tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah, dia terjatuh ke dalam sebuah lubang dan tak sadarkan diri.
Mereka mengira Thalhah telah gugur. Ternyata masih hidup. Karena itulah dia diberi gelar “Asy-Syahidul Hayy”, atau syahid yang hidup. Gelar itu diberikan Rasulullah melalui sabdanya “Siapa ingin melihat orang yang berjalan di muka bumi padahal seharusnya dia sudah mati, lihatlah Thalhah putra Ubaidillah”
Sejak itu, jika ada orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, Abu Bakar selalu menyahut, “Perang pada hari itu adalah peperangan milik Thalhah sepenuhnya.”
Dan sejak peristiwa Uhud itu juga Thalhah terkenal dengan sebutan “Burung Elang Hari Uhud.” kisahislami
Keduanya bergegas mencari Thalhah. Ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan. Badannya berlumur darah. Tak kurang tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah, dia terjatuh ke dalam sebuah lubang dan tak sadarkan diri.
Mereka mengira Thalhah telah gugur. Ternyata masih hidup. Karena itulah dia diberi gelar “Asy-Syahidul Hayy”, atau syahid yang hidup. Gelar itu diberikan Rasulullah melalui sabdanya “Siapa ingin melihat orang yang berjalan di muka bumi padahal seharusnya dia sudah mati, lihatlah Thalhah putra Ubaidillah”
Sejak itu, jika ada orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, Abu Bakar selalu menyahut, “Perang pada hari itu adalah peperangan milik Thalhah sepenuhnya.”
Dan sejak peristiwa Uhud itu juga Thalhah terkenal dengan sebutan “Burung Elang Hari Uhud.” kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Aku Ingin Menemui Allah Dengan Jubah Itu
Paman Rasulullah SAW yang satu ini adalah alumni dari Medan Jihad Badar dan Uhud. Adiknya yang belum baligh bernama Umair r.a menemui syahidnya di tanah Badar. Nama mujahid yang merobek-robek kekaisaran Persia ini bernama Sa’ad bin Abi Waqqash r.a.
Adalah Khalifah ‘Umar Al-Faruq hendak bertekad menyerang kerajaan Persia, untuk menggulingkan pusat pemerintahannya, dan mencabut agama berhala sampai keakar-akarnya di permukaan bumi. Khalifah ‘Umar memerintahkan kepada setiap Gubernur dalam wilayahnya, supaya mengirim kepadanya setiap orang yang mempunyai senjata, atau kuda, atau setiap orang yang mempunyai keberanian, kekuatan, atau orang yang berpikiran tajam, yang mempunyai suatu keahlian seperti syi’ir, berpidato dan sebagainya, yang dapat membantu memenangkan perang. Maka tumpah ruahlah ke Madinah para pejuang muslim dari setiap pelosok.
Setelah semuanya selesai melapor, Khalifah ‘Umar merundingkan dengan para pemuka yang berwenang, siapa kiranya yang pantas dan dipercaya untuk diangkat menjadi panglima angkatan perang yang besar itu. Mereka sepakat dengan aklamasi menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash, singa yang menyembunyikan kuku. Lalu Khalifah menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepadanya dengan resmi, dalam pengangkatannya menjadi panglima.
Sewaktu angkatan perang yang besar itu hendak berangkat, Khalifah ‘Umar berpidato memberi amanat dan perintah harian kepada Sa’ad. Umar berkata, “Hai Sa’ad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah, dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Sa’ad! Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorangpun melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik ia bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Rabb mereka, dan mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya. Mereka berlebih-berkurang karena taqwa, dan memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikan cara Rasulullah yang engkau telah ketahui, maka tetaplah ikuti cara beliau itu”.
Maka berangkatlah pasukan yang diberkati Allah itu menuju sasaran. Di dalamnya terdpat 99 orang bekas pahlawan perang Badar, lebih kurang 319 orang para sahabat yang tergolong dalam bai’at Ridwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam penaklukan Makkah bersama-sama Rasulullah saw., 700 orang putra-putra para sahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya (yang keseluruhan berjumlah 30.000 orang). Sampai di Qadisiyah, Sa’ad menyiagakan seluruh pasukannya dan bertempur hebat. Pada hari Al-Harir kaum muslimin bertekad menjadikan hari itu sebagai hari yang menentukan. Mereka mengepung musuh dengan ketat, lalu maju ke depan dari segala arah, sambil membaca takbir.
Dalam pertempuran itu, kepala Rustam, panglima tentara Persia, berpisah dengan tubuhnya oleh lembing kaum muslimin. Maka masuklah rasa takut dan gentar ke dalam hati musuh-musuh Allah. Sehingga dengan mudah kaum muslimin menghadapi para prajurit Persia dan membunuh mereka. Bahkan kadang-kadang mereka membunuh dengan senjata musuh itu sendiri.
Sa’ad bin Abi Waqqash dikaruniai Allah usia lanjut. Dia dicukupi kekayaan yang lumayan. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, dia hanya meminta sehelai jubah usang. Ia berkata, “Kafani aku dengan jubah ini. Dia kudapatkan dari seorang musyrik dalam perang Badar. Aku ingin menemui Allah ‘Azza wa jalla dengan jubah itu”. Wallaahu a’lam bish showaab kisahislami
Adalah Khalifah ‘Umar Al-Faruq hendak bertekad menyerang kerajaan Persia, untuk menggulingkan pusat pemerintahannya, dan mencabut agama berhala sampai keakar-akarnya di permukaan bumi. Khalifah ‘Umar memerintahkan kepada setiap Gubernur dalam wilayahnya, supaya mengirim kepadanya setiap orang yang mempunyai senjata, atau kuda, atau setiap orang yang mempunyai keberanian, kekuatan, atau orang yang berpikiran tajam, yang mempunyai suatu keahlian seperti syi’ir, berpidato dan sebagainya, yang dapat membantu memenangkan perang. Maka tumpah ruahlah ke Madinah para pejuang muslim dari setiap pelosok.
Setelah semuanya selesai melapor, Khalifah ‘Umar merundingkan dengan para pemuka yang berwenang, siapa kiranya yang pantas dan dipercaya untuk diangkat menjadi panglima angkatan perang yang besar itu. Mereka sepakat dengan aklamasi menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash, singa yang menyembunyikan kuku. Lalu Khalifah menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepadanya dengan resmi, dalam pengangkatannya menjadi panglima.
Sewaktu angkatan perang yang besar itu hendak berangkat, Khalifah ‘Umar berpidato memberi amanat dan perintah harian kepada Sa’ad. Umar berkata, “Hai Sa’ad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah, dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Sa’ad! Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorangpun melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik ia bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Rabb mereka, dan mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya. Mereka berlebih-berkurang karena taqwa, dan memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikan cara Rasulullah yang engkau telah ketahui, maka tetaplah ikuti cara beliau itu”.
Maka berangkatlah pasukan yang diberkati Allah itu menuju sasaran. Di dalamnya terdpat 99 orang bekas pahlawan perang Badar, lebih kurang 319 orang para sahabat yang tergolong dalam bai’at Ridwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam penaklukan Makkah bersama-sama Rasulullah saw., 700 orang putra-putra para sahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya (yang keseluruhan berjumlah 30.000 orang). Sampai di Qadisiyah, Sa’ad menyiagakan seluruh pasukannya dan bertempur hebat. Pada hari Al-Harir kaum muslimin bertekad menjadikan hari itu sebagai hari yang menentukan. Mereka mengepung musuh dengan ketat, lalu maju ke depan dari segala arah, sambil membaca takbir.
Dalam pertempuran itu, kepala Rustam, panglima tentara Persia, berpisah dengan tubuhnya oleh lembing kaum muslimin. Maka masuklah rasa takut dan gentar ke dalam hati musuh-musuh Allah. Sehingga dengan mudah kaum muslimin menghadapi para prajurit Persia dan membunuh mereka. Bahkan kadang-kadang mereka membunuh dengan senjata musuh itu sendiri.
Sa’ad bin Abi Waqqash dikaruniai Allah usia lanjut. Dia dicukupi kekayaan yang lumayan. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, dia hanya meminta sehelai jubah usang. Ia berkata, “Kafani aku dengan jubah ini. Dia kudapatkan dari seorang musyrik dalam perang Badar. Aku ingin menemui Allah ‘Azza wa jalla dengan jubah itu”. Wallaahu a’lam bish showaab kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Kisah Wanita Pemungut Sampah yang DiSholatkan oleh Rasulullah SAW
Sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam bernama Ummu Mahjan yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah SAW merasa kehilangan dia, lantas beliau bertanya tentangnya. Para sahabat lalu berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah SAW kemudian beliau menyalatkannya, lalu bersabda:
“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” HR An-Nasa’i
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan r.ha yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.
Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para shahabat Beliau yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau. kisahislami
“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” HR An-Nasa’i
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan r.ha yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.
Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para shahabat Beliau yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau. kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Semangkok Nasi Putih (True Story)
Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di depan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu di restoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk ke dalam restoran tersebut. “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.” Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan. Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya. Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar berkata dengan pelan : “dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.” Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum : “Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !” Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir : “kuah sayur gratis.” Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih. “Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.” Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini. “Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !” Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin diluar kota , demi menuntut ilmu datang kekota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti.Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini. Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan di bawah nasi ? Suaminya kemudian membisik kepadanya :
“Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ket empat
lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.” “Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.” “Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?” Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain. “Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka. “Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi. Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi. Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik. Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid. “Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.” “Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !” sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.” Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya. Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang. Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka :”bersemangat ya ! di kemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”
Dari : Forum Elins UGM Sumber
“Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ket empat
lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.” “Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.” “Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?” Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain. “Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka. “Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi. Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi. Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik. Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid. “Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.” “Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !” sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.” Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya. Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang. Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka :”bersemangat ya ! di kemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”
Dari : Forum Elins UGM Sumber
Labels:
Inspirasi
Lapar Yang Pernah Dialami Rasulullah SAW
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Tarmidzi dari Nu’man bin Basyir r.a bahwa ia berkata “Bukankah kamu sekarang bisa hidup bermewah-mewah dengan makan dan minum, apa saja yang kamu mau, kamu mendapatkannya. Aku pernah melihat Rasulullah Muhammad SAW hanya mendapat korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya!”
Atau ada kisah juga seperti berikut ini. Pada suatu ketika Umar bin Khattab r.a menyebut apa-apa yang bisa dinikmati manusia sekarang ini dari dunia. Maka dia berkata” aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.”
Pernah juga kisah yang lain datang dari sahabat Abu Hurairah r.a , ia berkata “Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang sholat sambil duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu sholat sambil duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia.”
Subhanallah, inilah teladan agung dari seorang pemimpin yang harus menjadi contoh bagi kita semua.kisahislami
Atau ada kisah juga seperti berikut ini. Pada suatu ketika Umar bin Khattab r.a menyebut apa-apa yang bisa dinikmati manusia sekarang ini dari dunia. Maka dia berkata” aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.”
Pernah juga kisah yang lain datang dari sahabat Abu Hurairah r.a , ia berkata “Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang sholat sambil duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu sholat sambil duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia.”
Subhanallah, inilah teladan agung dari seorang pemimpin yang harus menjadi contoh bagi kita semua.kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Lalu Bagaimana Dengan Terompah Kita ??
Suatu hari Rasulullah S.A.W. berkata kepada Bilal “Hai Bilal, katakanlah kepadaku perbuatan yang amat kau pentingkan selama dalam Islam, karena saya dengar bunyi terompahmu di hadapanku di dalam surga.”
Bilal menjawab “Tak satupun pekerjaan yang lebih saya utamakan, hanyalah setiap saya melakukan wudhu, baik di waktu siang maupun malam, maka saya shalat dengan wudhu tersebut sekedar kesanggupan saya.”
Masya Allah…. Terompahnya saja sudah terdengar di dalam surga. Lalu bagaimana dengan terompah atau sepatu atau sandal kita ??? kisahislami
Bilal menjawab “Tak satupun pekerjaan yang lebih saya utamakan, hanyalah setiap saya melakukan wudhu, baik di waktu siang maupun malam, maka saya shalat dengan wudhu tersebut sekedar kesanggupan saya.”
Masya Allah…. Terompahnya saja sudah terdengar di dalam surga. Lalu bagaimana dengan terompah atau sepatu atau sandal kita ??? kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Ujian dan Cobaan
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar”. (QS. al-Baqarah: 155)
Sesungguhnya dunia adalah ‘darul-bala’ (tempat ujian). Siapa yang tidak mendapat ujian atau musibah dalam hartanya, akan diuji jasadnya. Siapa yang tidak diuji jasadnya akan diuji anak-anaknya. Maka sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap insan pastilah akan mendapatkan ujian dan cobaan baik berupa keburukan atau kebaikan. Allah Ta’ala berfiman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah” (al-Balad: 4).
Abdul Malik bin Abhar berkata, “Tidak ada seorang manusia pun, melainkan akan diuji dengan kesehatan untuk melihat apakah ia mensyukurinya. Atau diuji dengan musibah untuk melihat apakah ia bersabar atasnya”.
Allah telah menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan sebagaimana firmanNya, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (al-Mulk: 2)
Setelah yakin bahwa manusia tidak akan terhindar dari ditimpanya cobaan atau ujian, maka kita harus siapkan diri untuk bisa bersikap sabar jika mendapati ujian keburukan. Dan apabila ujian itu berupa kebaikan maka harus senantiasa siap untuk bersyukur.
Sesungguhnya kebenaran iman seseorang tidak akan tampak dengan jelas, kecuali ketika ia tertimpa suatu musibah, maka saat itulah akan terlihat secara jelas perbedaan orang yang sabar dan orang yang murka (terhadap musibah tersebut). Antara orang yang beriman dan orang yang ragu-ragu.
Karena ujian & cobaan ini tidak bisa kita hindari maka yang harus diatur/diperhatikan adalah bagaimana kondisi kita dalam menerima ujian.
Kondisi menerima ujian ada 2 macam, menerima dalam kondisi beriman dan menerima dalam kondisi tidak beriman. inilah yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. hamba yang menerima dalam kondisi beriman tentu saja melewati ujian dengan baik, memohon bantuan kepada Allah SWT, dan mencari solusi sesuai dengan yang tertulis di Al-Qur’an dan Hadis. sedangkan hamba yang menerima ujian dalam kondisi tidak beriman menggunakan cara yang salah, tidak berserah diri pada Allah, atau bahkan mencari jalan ke jalan yang salah.
Nah, inilah tugas kita untuk senantiasa menjaga diri kita dalam kondisi beriman, dalam suasana normal, dan juga pada suasana ujian/cobaan.
sebagai catatan, ujian bukan hanya berupa kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, misal: kemiskinan, sakit, dll. namun kondisi yang menyenangkan juga merupakan sebuah ujian. misal: harta yang berlimpah, hal ini merupakan ujian, seorang hamba bisa menjalani dengan baik bila mendapatkan harta tersebut dari jalan yang benar dan menggunakan untuk keperluan yang benar, serta tidak lupa membayar kewajiban, zakat. namun manusia bisa menjalani ujian berupa harta dengan tidak baik, misal digunakan untuk berjudi, atau untuk hal-hal yang tidak baik lainnya.
Semoga kita semua bisa istiqomah serta ikhlas untuk selalu beriman di jalan Allah & Rasul-Nya, jalan Islam, jalan yang lurus
1. Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)
2. Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa. (HR. Bukhari)
3. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?” Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
4. Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah). (HR. Bukhari)
5. Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)
6. Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). (HR. Al-Baihaqi)
7. Apabila Aku menguji hambaKu dengan membutakan kedua matanya dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. (HR. Ahmad)
8. Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampai pun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Bukhari)
9. Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lobang biawak, Allah akan menentukan baginya orang yang mengganggunya. (HR. Al Bazzaar)
10. Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?” Nabi Saw menjawab, “Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
11. Bukanlah dari (golongan) kami orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek bajunya apalagi berdoa dengan doa-doa jahiliyah. (HR. Bukhari)
Penjelasan:
Dilakukan pada saat kematian anggota keluarga pada jaman jahiliyah.
12. Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)
13. Salah seorang dari mereka lebih senang mengalami ujian dan cobaan daripada seorang dari kamu (senang) menerima pemberian. (HR. Abu Ya’la)
14. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. (HR. Ahmad)
17. Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani)
15. Bencana yang paling payah ialah bila kamu membutuhkan apa yang ada di tangan orang lain dan kamu ditolak (pemberiannya). (HR. Ad-Dailami)
16. Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi) Sumber
Sesungguhnya dunia adalah ‘darul-bala’ (tempat ujian). Siapa yang tidak mendapat ujian atau musibah dalam hartanya, akan diuji jasadnya. Siapa yang tidak diuji jasadnya akan diuji anak-anaknya. Maka sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap insan pastilah akan mendapatkan ujian dan cobaan baik berupa keburukan atau kebaikan. Allah Ta’ala berfiman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah” (al-Balad: 4).
Abdul Malik bin Abhar berkata, “Tidak ada seorang manusia pun, melainkan akan diuji dengan kesehatan untuk melihat apakah ia mensyukurinya. Atau diuji dengan musibah untuk melihat apakah ia bersabar atasnya”.
Allah telah menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan sebagaimana firmanNya, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (al-Mulk: 2)
Setelah yakin bahwa manusia tidak akan terhindar dari ditimpanya cobaan atau ujian, maka kita harus siapkan diri untuk bisa bersikap sabar jika mendapati ujian keburukan. Dan apabila ujian itu berupa kebaikan maka harus senantiasa siap untuk bersyukur.
Sesungguhnya kebenaran iman seseorang tidak akan tampak dengan jelas, kecuali ketika ia tertimpa suatu musibah, maka saat itulah akan terlihat secara jelas perbedaan orang yang sabar dan orang yang murka (terhadap musibah tersebut). Antara orang yang beriman dan orang yang ragu-ragu.
Karena ujian & cobaan ini tidak bisa kita hindari maka yang harus diatur/diperhatikan adalah bagaimana kondisi kita dalam menerima ujian.
Kondisi menerima ujian ada 2 macam, menerima dalam kondisi beriman dan menerima dalam kondisi tidak beriman. inilah yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. hamba yang menerima dalam kondisi beriman tentu saja melewati ujian dengan baik, memohon bantuan kepada Allah SWT, dan mencari solusi sesuai dengan yang tertulis di Al-Qur’an dan Hadis. sedangkan hamba yang menerima ujian dalam kondisi tidak beriman menggunakan cara yang salah, tidak berserah diri pada Allah, atau bahkan mencari jalan ke jalan yang salah.
Nah, inilah tugas kita untuk senantiasa menjaga diri kita dalam kondisi beriman, dalam suasana normal, dan juga pada suasana ujian/cobaan.
sebagai catatan, ujian bukan hanya berupa kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, misal: kemiskinan, sakit, dll. namun kondisi yang menyenangkan juga merupakan sebuah ujian. misal: harta yang berlimpah, hal ini merupakan ujian, seorang hamba bisa menjalani dengan baik bila mendapatkan harta tersebut dari jalan yang benar dan menggunakan untuk keperluan yang benar, serta tidak lupa membayar kewajiban, zakat. namun manusia bisa menjalani ujian berupa harta dengan tidak baik, misal digunakan untuk berjudi, atau untuk hal-hal yang tidak baik lainnya.
Semoga kita semua bisa istiqomah serta ikhlas untuk selalu beriman di jalan Allah & Rasul-Nya, jalan Islam, jalan yang lurus
1. Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)
2. Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa. (HR. Bukhari)
3. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?” Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
4. Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah). (HR. Bukhari)
5. Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)
6. Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). (HR. Al-Baihaqi)
7. Apabila Aku menguji hambaKu dengan membutakan kedua matanya dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. (HR. Ahmad)
8. Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampai pun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Bukhari)
9. Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lobang biawak, Allah akan menentukan baginya orang yang mengganggunya. (HR. Al Bazzaar)
10. Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?” Nabi Saw menjawab, “Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
11. Bukanlah dari (golongan) kami orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek bajunya apalagi berdoa dengan doa-doa jahiliyah. (HR. Bukhari)
Penjelasan:
Dilakukan pada saat kematian anggota keluarga pada jaman jahiliyah.
12. Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)
13. Salah seorang dari mereka lebih senang mengalami ujian dan cobaan daripada seorang dari kamu (senang) menerima pemberian. (HR. Abu Ya’la)
14. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. (HR. Ahmad)
17. Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani)
15. Bencana yang paling payah ialah bila kamu membutuhkan apa yang ada di tangan orang lain dan kamu ditolak (pemberiannya). (HR. Ad-Dailami)
16. Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi) Sumber
Labels:
Hikmah
27 Nov 2011
Sup dari Batu
Pada suatu hari, tiga orang bijaksana berjalan melintasi sebuah desa kecil.
Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu – dan sebagai rakyat jelata – merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu.
Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang bijaksana itu. Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan.
Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?”
“Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa.
“Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” Tanya orang bijaksana sekali lagi.
Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..”
“Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.
Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci – dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu – batu-batu itupun mulai direbus.
“Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana.
“Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu.
“Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”
Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, encuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci.
Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci.
Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.
Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu.
Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap. Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu.
Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.
Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu..”
(Diadaptasi dari : The Inspirational Book, Unknown Author) Sumber
Desa itu tampak miskin. Tampak dari sawah-sawah sekitarnya yang sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi. Ya, memang telah terjadi perang di negeri itu – dan sebagai rakyat jelata – merekalah yang kena dampaknya. Macetnya distribusi pupuk, bibit, dan kesulitan-kesulitan lain membuat sawah mereka tidak mampu menghasilkan apa-apa lagi. Cuma beberapa puluh orang yang masih setia tinggal di desa itu.
Sekonyong-konyong beberapa orang mengerubuti tiga orang bijaksana itu. Dengan memijit-mijit tangan dan punggung tiga orang itu, orang-orang desa memelas dan meminta sedekah, roti, beras, atau apalah yang bisa dimakan.
Satu dari tiga orang bijaksana itu lalu bertanya kepada penduduk desa itu, “Apakah kalian tidak punya apa-apa, hingga kalian meminta-minta seperti ini ?”
“Kami tidak memiliki apapun untuk dimakan, hanya batu-batu berserakan itu yang kita miliki.” Jawab salah satu penduduk desa.
“Maukah kalian kuajari untuk membuat sup dari batu-batu itu ?” Tanya orang bijaksana sekali lagi.
Dengan setengah tidak percaya, penduduk itu menjawab, “Mau..”
“Baiklah ikutilah petunjukku.” Orang bijaksana itu menjelaskan, “Pertama-tama, ambil tiga batu besar itu, lalu cucilah hingga bersih !” perintah orang bijaksana sambil menunjuk tiga buah batu sebesar kepalan tangan. Orang-orang pun mengikuti perintahnya.
Sesudah batu itu dicuci dengan bersih hingga tanpa ada pasir sedikitpun di permukaannya. Orang bijaksana itu lalu menyuruh penduduk untuk menyiapkan panci yang paling besar dan menyuruh panci itu untuk diisi dengan air. Ketiga batu bersih itupun lalu dimasukkan ke dalam panci – dan sesuai dengan petunjuk orang bijaksana itu – batu-batu itupun mulai direbus.
“Ada yang dari kalian tau bumbu masak ? Batu-batu itu tidak akan enak rasanya jika dimasak tanpa bumbu.” Tanya orang bijaksana.
“Aku tahu !” seru seorang ibu, kemudian ia mengambil sebagian persediaan bumbu dapurnya, kemudian meraciknya, dan memasukkannya kedalam panci besar itu.
“Adakah dari kalian yang memiliki bahan-bahan sup yang lain ?” Tanya orang bijaksana itu. “Sup ini akan lebih enak jika kalian menambahkan beberapa bahan lain, jangan cuma batu saja.”
Beberapa penduduk mulai mencari bahan-bahan makanan lain di sekitar desa. Beberapa waktu kemudian dua orang datang dengan membawa tiga kantung kentang. “Kami menemukannya di dekat kali, ternyata ada banyak sekali kentang liar tumbuh disana.” Katanya. Kemudian orang itu mengupas, encuci, dan memotong-motong kentang-kentang itu dan memasukkannya ke dalam panci.
Kurang dari satu menit, seorang ibu datang dengan membawa buncis dan sawi. “Aku masih punya banyak dari kebun di belakang halaman rumahku.” Kata ibu itu, lalu ibu itu meraciknya dan memasukkannya ke dalam panci.
Sesaat, datang pula seorang bapak dengan tiga ekor kelinci di tangannya. “Aku berhasil memburu tiga ekor kelinci, kalau ada waktu banyak, mungkin aku bisa membawa lebih lagi, soalnya aku baru saja menemukan banyak sekali kawanan kelinci di balik bukit itu.” Dengan bantuan beberapa orang, tiga kelinci itu pun disembelih dan diolah kemudian dimasukkan ke dalam panci.
Merasa telah melihat beberapa orang berhasil menyumbang sesuatu. Penduduk-penduduk yang lain tidak mau kalah, mereka pun mulai mencari-cari sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam panci sebagai pelengkap sup batu.
Kurang dari satu jam, beberapa penduduk mulai membawa kol, buncis, jagung, dan bermacam-macam sayuran lain. Tak hanya itu, anak-anak juga membawa bermacam-macam buah dari hutan. Mereka berpikir akan enak sekali jika buah-buah itu bisa dijadikan pencuci mulut sesudah sup disantap. Ada pula seorang bapak yang membawa susu dari kambing piaraannya, dan ada pula yang membawa madu dari lebah liar yang bersarang di beberapa pohon di desa itu.
Beberapa jam kemudian sup batu itu telah matang. Panci yang sangat besar itu sekarang telah penuh dengan berbagai sayuran dan siap disantap. Dengan suka cita, penduduk itu makan bersama dengan lahapnya. Mereka sudah sangat kenyang, hingga mereka lupa ‘memakan’ batu yang terletak di dasar panci.
Tiga orang bijaksana itu hanya tersenyum melihat tingkah para penduduk itu. Dan mereka pun sadar, sekarang waktunya mereka untuk meneruskan perjalanan. Mereka mohon diri untuk meninggalkan desa itu. Sebelum beranjak pergi, seorang bapak sekonyong-konyong memeluk dan menciumi ketiga orang itu sambil berkata, “Terima kasih telah mengajari kami untuk membuat sup dari batu..”
(Diadaptasi dari : The Inspirational Book, Unknown Author) Sumber
Labels:
Inspirasi
Allah Telah Mengampuni Dosa Al Kifli
Al-Kifli adalah seorang pemuda Bani Israil, yang tak pernah lepas dari dunia maksiat. Suatu ketika ia tertarik dengan kecantikan seorang wanita. Lalu ia memberikan uang kepada wanita itu sebanyak 60 dinar.
Ketika dalam posisi sebagaimana seorang suami menggauli isterinya, tiba-tiba wanita itu gemetar. Al-Kifli bertanya, "Apakah aku memaksamu melakukan ini?" Wanita itu menjawab, "Tidak, hanya saja perbuatan ini belum pernah aku lakukan seumur hidupku. Aku lakukan ini semata-mata demi memenuhi kebutuhan hidupku."
Al-Kifli berkata, "Berarti kamu takut kepada Allah untuk memenuhi ajakanku ini sementara aku tidak takut kepadaNya." Kemudian al-Kifli meninggalkan wanita tersebut dan menghadiahkan uang tersebut kepadanya.
Ia berkata, "Al-Kifli tidak akan pernah bermaksiat lagi kepada Allah." Pada malam hari itu ia mati sementara keesokan harinya di pintu rumahnya terdapat tulisan bahwa Allah telah mengampuni dosa al-Kifli. (Nurul Iqtibas, hal 36.) alkisahteladan
Labels:
Kisah Teladan
Belajar Dari Tukang Bakso
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik – rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,…terdengar suara tek…tekk.. .tek…suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat…, ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau
bakso ? “Mauuuuuuuuu. …”, secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. …Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan ? Barangkali ada tujuan ?” “Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman “.
“Maksudnya.. ..?”, saya melanjutkan bertanya.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus
menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat………..sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : “Iya memang bagus…,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang
mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya….”.
Ia menjawab, ” Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita”.
“Masya Allah…, sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso”. kisahteladan
bakso ? “Mauuuuuuuuu. …”, secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. …Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan ? Barangkali ada tujuan ?” “Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman “.
“Maksudnya.. ..?”, saya melanjutkan bertanya.
“Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari Emang dan keluarga. 2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus
menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat………..sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : “Iya memang bagus…,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang
mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya….”.
Ia menjawab, ” Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita”.
“Masya Allah…, sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso”. kisahteladan
Labels:
Hikmah
Refleksi Satu Muharram: Untuk Apa Kalender Diciptakan?
Setiap bangsa dan agama umumnya memiliki kalender masing-masing untuk menandai hari-hari dan peristiwa besar yang kemudian dirayakan dengan upacara kenegaraan ataupun keagamaan. Sebagai bangsa besar, China misalnya, memiliki kalender untuk menentukan hari-hari besar mereka. Dalam dunia akademis dan perdagangan, tampaknya yang dominan adalah kalender Masehi, yaitu dimulai dari peristiwa kelahiran Yesus Kristus.
Umat Islam sesungguhnya memiliki kalender tersendiri, meskipun mereka juga menggunakan kalender Masehi. Pada 27 Nopember 2011 nanti, dimungkinkan jatuh 1 Muharram 1433 Hijriyah, sebagai awal tahun baru yang diciptakan oleh dunia Islam. Disebut kalender Hijriyah karena momentumnya memang bukan diambil dari hari kelahiran Nabi Muhammad, tetapi peristiwa perjuangannya yang dipandang sangat strategis dan historis dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah.
Secara historis peristiwa hijrah ini merupakan mata rantai yang sangat menentukan kemenangan dan perkembanghan penyebaran Islam. Umat Islam begitu berat menghadapi tekanan musuh sewaktu di Makkah, lalu atas izin Allah berpindah dan melakukan konsolidasi di Madinah. Di kota ini umat Islam semakin besar jumlahnya, fondasi ajaran Islam semakin mapan, dan pada gilirannya Rasulullah dan umatnya kembali lagi ke Makkah dan menaklukannya dengan cara damai.
Kota Makkah dan Madinah adalah dua kota yang menjadi basis dan saksi masa-masa awal pembentukan ajaran dan ummat Islam yang hidup sezaman dengan Rasulullah. Massa inilah yang selalu menjadi rujukan dan sumber inspirasi bagi pembinaan ummat Islam setelahnya dari zaman ke zaman. Oleh karena itu setiap tiba tahun baru Hijriyah ummat Islam sedunia selalu mengadakan upacara peringatan untuk mengenang kembali dan meneladani Rasulullah dan para sahabatnya bagaimana membangun komunitas muslim yang beradab, tercerahkan, yang berhasil gemilang mengganti kehidupan tidak beradab (jahiliyyah) menjadi sangat beradab (civilized).
Pada awalnya kalender itu memang sebuah konvensi sebagai tanda perjalanan waktu, dengan mandasarkan hitungan putaran bumi, matahari dan bulan yang kemudian melahirkan tonggak-tongak waktu sejak dari menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan abad. Tetapi untuk selanjutnya kalender selalu muncul dalam kesadaran batin kita bagaikan sebuah rumah yang berjalan (moving house) yang di dalamnya menyimpan seribu satu kenangan dan catatan peristiwa yang berjalan menyertai kita. Bahkan, seluruh aktivitas kita pun selalu dibayangi dan dibatasi oleh waktu.
Jam tangan dan kalender tak pernah luput dari kesadaran kita sehari-hari. Di manapun kita memasuki dunia kerja, di situ akan selalu bertemu dengan informasi tanggal, hari, bulan dan tahun. Bahkan juga jam. Jam tangan yang awal mulanya diciptakan oleh manusia untuk mengetahui informasi waktu, sekarang posisinya menjadi berbalik. Bagi kalangan eksekutif yang serba sibuk, bahkan selalu merasa dikejar-kejar oleh jam dan waktu. Sampai-sampai muncul ungkapan, kalau bisa seminggu itu menjadi sepuluh hari karena merasa sempit waktu yang tersedia untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.
Bagi umat Islam, kesadaran akan waktu sangat penting karena berkaitan dengan pelaksanaan perintah ibadah. Seperti ibadah salat selalu dikaitkan dengan waktu-waktu tertentu. Begitu pun perintah berpuasa Ramadhan, juga penetapan Idul Fitri dan Idul Adha mesti didasarkan pada perhitungan jam, hari dan bulan. Ketika Islam lahir, masyarakat Arab sudah mengenal hitungan bulan, namun belum memiliki kalender tahunan. Pembuatan kalender tahunan ini diciptakan justeru oleh Khalifah Umar bin Khattab, sepeninggal Rasulullah. Umar yang cerdas ini berpikir dan malu, mengapa ummat Islam mengikuti hitungan tahun milik tradisi agama lain, bukannya memiliki kalender sendiri.
Setelah melalui diskusi dengan para sahabatnya, maka disepakati dihitung sejak dari peristiwa hijrah Rasulullah dengan alasan seperti disebutkan di muka. Adapun nama-nama bulan tinggal meneruskan tradisi yang telah mereka kenal. Karena kalender Hijriyah berdasarkan hitungan bulan, maka putarannya lebih cepat ketimbang Masehi yang berdasarkan putaran matahari. Setiap tahunnya bisa selisih sekitar sepuruh hari.
Nama-nama hari dalam kalender Hijriyah terasa lebih rasional. Yaitu: Ahad (satu), Senin (dua), Selasa (tiga), Rabo (empat), Kamis (lima), Jum’at (kumpul, maksudnya untuk salat Jum’at), Sabtu (ke tujuh, libur). Adapun nama hari dalam tradisi Romawi masih terdapat unsur mitologi, misalnya saja Sunday, dulunya hari untuk menyembah dewa matahari. Saturday, hari menyembah saturnus. Monday, hari untuk menyembah bulan, dan seterusnya.
Tetapi dewasa ini masyarakat tidak lagi mengkaitkan hari-hari tadi dengan kepercayaan mitologis. Begitu pun nama-nama hari yang berasal dari bahasa Arab, tidak selalu dikaitkan dengan tradisi Arab atau kepercayaan agama. Berbagai unsur dan istilah agama dan budaya sudah saling lebur, saling memperkaya. Namun untuk urusan keyakinan agama seseorang mesti menggali pada substansi, jangan hanya berhenti pada lebel atau nama. Lebih tak elok lagi jika kita bertengkar soal lebel agama, tetapi tidak memahami substansinya, dan tidak juga mengamalkannya dengan benar dan serius.
Mari kita jadikan semua penanda waktu untuk menjadikan hidup lebih produktif. Bukankah hidup semakin bermakna dan produktif jika kita selalu menyadari betapa pendeknya fasilitas waktu yang kita miliki?
Komaruddin Hidayat
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. metrotvnews
Umat Islam sesungguhnya memiliki kalender tersendiri, meskipun mereka juga menggunakan kalender Masehi. Pada 27 Nopember 2011 nanti, dimungkinkan jatuh 1 Muharram 1433 Hijriyah, sebagai awal tahun baru yang diciptakan oleh dunia Islam. Disebut kalender Hijriyah karena momentumnya memang bukan diambil dari hari kelahiran Nabi Muhammad, tetapi peristiwa perjuangannya yang dipandang sangat strategis dan historis dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah.
Secara historis peristiwa hijrah ini merupakan mata rantai yang sangat menentukan kemenangan dan perkembanghan penyebaran Islam. Umat Islam begitu berat menghadapi tekanan musuh sewaktu di Makkah, lalu atas izin Allah berpindah dan melakukan konsolidasi di Madinah. Di kota ini umat Islam semakin besar jumlahnya, fondasi ajaran Islam semakin mapan, dan pada gilirannya Rasulullah dan umatnya kembali lagi ke Makkah dan menaklukannya dengan cara damai.
Kota Makkah dan Madinah adalah dua kota yang menjadi basis dan saksi masa-masa awal pembentukan ajaran dan ummat Islam yang hidup sezaman dengan Rasulullah. Massa inilah yang selalu menjadi rujukan dan sumber inspirasi bagi pembinaan ummat Islam setelahnya dari zaman ke zaman. Oleh karena itu setiap tiba tahun baru Hijriyah ummat Islam sedunia selalu mengadakan upacara peringatan untuk mengenang kembali dan meneladani Rasulullah dan para sahabatnya bagaimana membangun komunitas muslim yang beradab, tercerahkan, yang berhasil gemilang mengganti kehidupan tidak beradab (jahiliyyah) menjadi sangat beradab (civilized).
Pada awalnya kalender itu memang sebuah konvensi sebagai tanda perjalanan waktu, dengan mandasarkan hitungan putaran bumi, matahari dan bulan yang kemudian melahirkan tonggak-tongak waktu sejak dari menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan abad. Tetapi untuk selanjutnya kalender selalu muncul dalam kesadaran batin kita bagaikan sebuah rumah yang berjalan (moving house) yang di dalamnya menyimpan seribu satu kenangan dan catatan peristiwa yang berjalan menyertai kita. Bahkan, seluruh aktivitas kita pun selalu dibayangi dan dibatasi oleh waktu.
Jam tangan dan kalender tak pernah luput dari kesadaran kita sehari-hari. Di manapun kita memasuki dunia kerja, di situ akan selalu bertemu dengan informasi tanggal, hari, bulan dan tahun. Bahkan juga jam. Jam tangan yang awal mulanya diciptakan oleh manusia untuk mengetahui informasi waktu, sekarang posisinya menjadi berbalik. Bagi kalangan eksekutif yang serba sibuk, bahkan selalu merasa dikejar-kejar oleh jam dan waktu. Sampai-sampai muncul ungkapan, kalau bisa seminggu itu menjadi sepuluh hari karena merasa sempit waktu yang tersedia untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.
Bagi umat Islam, kesadaran akan waktu sangat penting karena berkaitan dengan pelaksanaan perintah ibadah. Seperti ibadah salat selalu dikaitkan dengan waktu-waktu tertentu. Begitu pun perintah berpuasa Ramadhan, juga penetapan Idul Fitri dan Idul Adha mesti didasarkan pada perhitungan jam, hari dan bulan. Ketika Islam lahir, masyarakat Arab sudah mengenal hitungan bulan, namun belum memiliki kalender tahunan. Pembuatan kalender tahunan ini diciptakan justeru oleh Khalifah Umar bin Khattab, sepeninggal Rasulullah. Umar yang cerdas ini berpikir dan malu, mengapa ummat Islam mengikuti hitungan tahun milik tradisi agama lain, bukannya memiliki kalender sendiri.
Setelah melalui diskusi dengan para sahabatnya, maka disepakati dihitung sejak dari peristiwa hijrah Rasulullah dengan alasan seperti disebutkan di muka. Adapun nama-nama bulan tinggal meneruskan tradisi yang telah mereka kenal. Karena kalender Hijriyah berdasarkan hitungan bulan, maka putarannya lebih cepat ketimbang Masehi yang berdasarkan putaran matahari. Setiap tahunnya bisa selisih sekitar sepuruh hari.
Nama-nama hari dalam kalender Hijriyah terasa lebih rasional. Yaitu: Ahad (satu), Senin (dua), Selasa (tiga), Rabo (empat), Kamis (lima), Jum’at (kumpul, maksudnya untuk salat Jum’at), Sabtu (ke tujuh, libur). Adapun nama hari dalam tradisi Romawi masih terdapat unsur mitologi, misalnya saja Sunday, dulunya hari untuk menyembah dewa matahari. Saturday, hari menyembah saturnus. Monday, hari untuk menyembah bulan, dan seterusnya.
Tetapi dewasa ini masyarakat tidak lagi mengkaitkan hari-hari tadi dengan kepercayaan mitologis. Begitu pun nama-nama hari yang berasal dari bahasa Arab, tidak selalu dikaitkan dengan tradisi Arab atau kepercayaan agama. Berbagai unsur dan istilah agama dan budaya sudah saling lebur, saling memperkaya. Namun untuk urusan keyakinan agama seseorang mesti menggali pada substansi, jangan hanya berhenti pada lebel atau nama. Lebih tak elok lagi jika kita bertengkar soal lebel agama, tetapi tidak memahami substansinya, dan tidak juga mengamalkannya dengan benar dan serius.
Mari kita jadikan semua penanda waktu untuk menjadikan hidup lebih produktif. Bukankah hidup semakin bermakna dan produktif jika kita selalu menyadari betapa pendeknya fasilitas waktu yang kita miliki?
Komaruddin Hidayat
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. metrotvnews
Labels:
Hikmah
Saat Penjaga Arasy Lupa Dengan Bacaan Tasbih dan Tahmidnya
Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW sedang tawaf di Kakbah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu. kisahislami
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu. kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu ?
Pernah suatu hari Rasulullah SAW pulang dari perjalanan jihad fisabilillah. Beliau pulang diiringi para sahabat. Di depan pintu gerbang kota Madinah nampak Aisyah r.a sudah menunggu dengan penuh kangen. Rasa rindu kepada Rasulullah SAW sudah sangat terasa. Akhirnya Rasulullah SAW tiba juga ditengah kota Madinah. Aisyah r.a dengan sukacita menyambut kedatangan suami tercinta. Tiba Rasulullah SAW dirumah dan beristirahat melepas lelah. Aisyah dibelakang rumah sibuk membuat minuman untuk Sang suami. Lalu minuman itupun disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Beliau meminumnya perlahan hingga hampir menghabiskan minuman tersebut tiba tiba Aisyah berkata “ Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?”. Rasulullah SAW diam dan hendak melanjutkan meminum habis air digelas itu. Dan Aisyah bertanya lagi, Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?”Akhirnya Rasulullah SAW memberikan sebagian air yang tersisa di gelas itu Aisyah r.a meminum air itu dan ia langsung kaget terus memuntahkan air itu.Ternyata air itu terasa asin bukan manis. Aisyah baru tersadar bahwa minuman yang ia buat dicampur dengan garam bukan gula. Kemudian Aisyah r.a langsung meminta maaf kepada Rasulullah.
Itulah sebagian dari banyaknya kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Dia memaklumi kesalahan yang dilakukan oleh istrinya, tidak memarahinya atau menasihatinya dengan kasar. Rasulullah SAW memberi kita teladan bahwasanya akhlak yang mulia bisa kita mulai dari lingkungan terdekat dengan kita. Sebuah hadits menyebutkan, “ Lelaki yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada istrinya”. Semoga kita diberi taufik untuk bisa meneladani akhlak Rasulullah SAW kisahislami
Itulah sebagian dari banyaknya kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Dia memaklumi kesalahan yang dilakukan oleh istrinya, tidak memarahinya atau menasihatinya dengan kasar. Rasulullah SAW memberi kita teladan bahwasanya akhlak yang mulia bisa kita mulai dari lingkungan terdekat dengan kita. Sebuah hadits menyebutkan, “ Lelaki yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada istrinya”. Semoga kita diberi taufik untuk bisa meneladani akhlak Rasulullah SAW kisahislami
Labels:
Kisah Teladan
Hanya Sebuah Koin Penyok Yang Kutemukan Tadi Pagi
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa. kisahislami
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa. kisahislami
Labels:
Hikmah
17 Nov 2011
Wajib Militer [Humor]
Kejar kejaran terjadi dikampung antara seorang pemuda dan polisi militer, jarak mereka berdua sekitar 25 meter, pemuda lincah ini masuk kesebuah gang dan bertemu perempuan cuantik.
Sambil ngos ngosan, pemuda berbicara kepada perempuan itu.
Pemuda : Nona … saya mohon bantuan anda !!!
Perempuan : Hmmmm apa yang bisa saya perbuat mas ???
Pemuda : Begini saya di kejar2 polisi militer, nanti saja saya jelaskan duduk perkaranya, saya mohon ijin untuk bersembunyi dibalik rok nona.
Perempuan : Hahahaha bisa bisa aja mas ini …. oke oke silahkan dengan senang hati !! Tapi jangan macam2 loh ya tak gampar ngak pakai berhenti ntar kalau macam macam di dalam rokku.
Masuklah pemuda itu balik rok, tidak lama kemudian datang polisi militer …. hahhh hahhh hahhh … Hei Nona apakah anda melihat pemuda kurus lewat sini. Perempuan itu menggelengkan kepala dan bilang, tadi berlari kearah selatan Pak …. Terima kasih banyak yah sahut polisi militer.
Perempuan : Ayo mas keluar keluar sudah lewat tuh yang ngejar …. geli semua nih rasanya kakiku hihihihi
Pemuda : Basah berkeringat, keluar dari balik rok lalu bernapas lega ooohhhhhhhh
Perempuan : Ada apa toh mas ? kenapa dikejar kejar polisi militer.
Pemuda : Ooooo itu loh non saya harus ikut wajib militer dan harus berangkat berperang ke Iraq, Nona saya sangat berterima kasih atas bantuannya, DAN Hihihihihi saya mengangumi kaki indah nona $#%@^& !!!
Perempuan : Hihihihihi itu baru kaki mas …. coba keatas dikit pasti mas akan melihat dua “BOLA” yang indah.
Pemuda : Hahhhhhh Whatttt ??? jadi nona ini %$#^&%@ ???
Perempuan : Ya Iyalaaaah …. memang hanya mas saja yang menghindar dari wajib militer, saya juga menghindar dong Hahahaha wekk. Sumber
Sambil ngos ngosan, pemuda berbicara kepada perempuan itu.
Pemuda : Nona … saya mohon bantuan anda !!!
Perempuan : Hmmmm apa yang bisa saya perbuat mas ???
Pemuda : Begini saya di kejar2 polisi militer, nanti saja saya jelaskan duduk perkaranya, saya mohon ijin untuk bersembunyi dibalik rok nona.
Perempuan : Hahahaha bisa bisa aja mas ini …. oke oke silahkan dengan senang hati !! Tapi jangan macam2 loh ya tak gampar ngak pakai berhenti ntar kalau macam macam di dalam rokku.
Masuklah pemuda itu balik rok, tidak lama kemudian datang polisi militer …. hahhh hahhh hahhh … Hei Nona apakah anda melihat pemuda kurus lewat sini. Perempuan itu menggelengkan kepala dan bilang, tadi berlari kearah selatan Pak …. Terima kasih banyak yah sahut polisi militer.
Perempuan : Ayo mas keluar keluar sudah lewat tuh yang ngejar …. geli semua nih rasanya kakiku hihihihi
Pemuda : Basah berkeringat, keluar dari balik rok lalu bernapas lega ooohhhhhhhh
Perempuan : Ada apa toh mas ? kenapa dikejar kejar polisi militer.
Pemuda : Ooooo itu loh non saya harus ikut wajib militer dan harus berangkat berperang ke Iraq, Nona saya sangat berterima kasih atas bantuannya, DAN Hihihihihi saya mengangumi kaki indah nona $#%@^& !!!
Perempuan : Hihihihihi itu baru kaki mas …. coba keatas dikit pasti mas akan melihat dua “BOLA” yang indah.
Pemuda : Hahhhhhh Whatttt ??? jadi nona ini %$#^&%@ ???
Perempuan : Ya Iyalaaaah …. memang hanya mas saja yang menghindar dari wajib militer, saya juga menghindar dong Hahahaha wekk. Sumber
Labels:
Humor
Percayakan Pada Sang Pengemudi
Dengan mengendarai mobil, Pak Hendra mengajak anak tunggalnya Didi (5), dari Jakarta ke Bandung. Tujuannya, menengok kakaknya yang baru pindah ke kota tersebut. Bagi si Didi, ini perjalanan jauh yang pertama.
”Yah, kita mau pergi ke mana sih?.” ”Ke rumah Pak De di Bandung.”
”Ayah pernah ke sana?” ”Belum.”
”Bagaimana Ayah tahu jalan ke sana?” ”Kita ’kan bisa melihat peta.”
”Ayah tahu cara membaca peta?”
”Jangan khawatir, kita pasti akan sampai ke tujuan.”
Percakapan sempat terhenti sejenak lantaran Didi sedang menikmati minumannya.
”Kalau nanti lapar, kita makan di mana, Yah?” tanya Didi lagi.
”Kita bisa mampir di restoran.”
”Ayah tahu di mana restoran itu?” ”Tidak. Tapi kita ’kan bisa mencarinya.”
Satu sampai dua jam berikutnya masih banyak pertanyaan di lontarkan Didi. Namun setelah itu, suasana di dalam mobil senyap. Hendra mengira, anaknya sudah tidur kecapaian. Ternyata tidak. Dari kaca spion di dalam mobil, tampak Didi sedang asyik melihat-lihat pemandangan di luar yang gelap. Mengapa bocah ini tiba-tiba membisu.
”Nak, kamu tahu tujuan kita?” ujar Hendra memecah kesunyian.
”Bandung, rumah Pak De.”
”Tahu bagaimana bisa sampai ke sana?” ”Tidak tahu.”
”Mengapa kamu tidak bertanya lagi?”
”Karena Ayah sedang mengemudi.”
Kalimat yang meluncur dari mulut bocah itu di kemudian hari menjadi semacam kekuatan dan harapan bagi Pak Hendra dalam menghadapi perjalanan hidupnya.
Ya, benar, Ayah sedang mengemudi.
Bisa jadi kita mengetahui tujuan hidup kita (meski hanya tahu seperti Didi, ”Bandung”, tanpa tahu di mana dan bagaimana bisa sampai ke sana). Kita tak tahu jalan, kita tidak bisa membaca peta, kita tak tahu kalau bisa mampir di restoran di pinggir jalan. Namun si bocah kecil tadi tahu persis yang terpenting - Ayah sedang mengemudi - dengan demikian dirinya aman dan selamat. Ayah akan mencukupi apa yang dibutuhkannya.
Tahukah bahwa Sang Mahakuasa sedang mengemudi hari ini?
Sebagai penumpang, apa yang kita lakukan? Barangkali, kita juga sering mengajukan beragam pertanyaan sebelumnya. Tapi dapatkah kita bersikap seperti Didi, mulai menyadari dan percaya sepenuh hati bahwa Ia sedang mengemudi? Sumber.
”Yah, kita mau pergi ke mana sih?.” ”Ke rumah Pak De di Bandung.”
”Ayah pernah ke sana?” ”Belum.”
”Bagaimana Ayah tahu jalan ke sana?” ”Kita ’kan bisa melihat peta.”
”Ayah tahu cara membaca peta?”
”Jangan khawatir, kita pasti akan sampai ke tujuan.”
Percakapan sempat terhenti sejenak lantaran Didi sedang menikmati minumannya.
”Kalau nanti lapar, kita makan di mana, Yah?” tanya Didi lagi.
”Kita bisa mampir di restoran.”
”Ayah tahu di mana restoran itu?” ”Tidak. Tapi kita ’kan bisa mencarinya.”
Satu sampai dua jam berikutnya masih banyak pertanyaan di lontarkan Didi. Namun setelah itu, suasana di dalam mobil senyap. Hendra mengira, anaknya sudah tidur kecapaian. Ternyata tidak. Dari kaca spion di dalam mobil, tampak Didi sedang asyik melihat-lihat pemandangan di luar yang gelap. Mengapa bocah ini tiba-tiba membisu.
”Nak, kamu tahu tujuan kita?” ujar Hendra memecah kesunyian.
”Bandung, rumah Pak De.”
”Tahu bagaimana bisa sampai ke sana?” ”Tidak tahu.”
”Mengapa kamu tidak bertanya lagi?”
”Karena Ayah sedang mengemudi.”
Kalimat yang meluncur dari mulut bocah itu di kemudian hari menjadi semacam kekuatan dan harapan bagi Pak Hendra dalam menghadapi perjalanan hidupnya.
Ya, benar, Ayah sedang mengemudi.
Bisa jadi kita mengetahui tujuan hidup kita (meski hanya tahu seperti Didi, ”Bandung”, tanpa tahu di mana dan bagaimana bisa sampai ke sana). Kita tak tahu jalan, kita tidak bisa membaca peta, kita tak tahu kalau bisa mampir di restoran di pinggir jalan. Namun si bocah kecil tadi tahu persis yang terpenting - Ayah sedang mengemudi - dengan demikian dirinya aman dan selamat. Ayah akan mencukupi apa yang dibutuhkannya.
Tahukah bahwa Sang Mahakuasa sedang mengemudi hari ini?
Sebagai penumpang, apa yang kita lakukan? Barangkali, kita juga sering mengajukan beragam pertanyaan sebelumnya. Tapi dapatkah kita bersikap seperti Didi, mulai menyadari dan percaya sepenuh hati bahwa Ia sedang mengemudi? Sumber.
Labels:
Inspirasi
Sepucuk Surat dari Ayah dan Ibu
Anakku,
Ketika aku semakin tua
aku berharap kamu memahami dan memiliki kesabaran untukku
Suatu ketika aku memecahkan piring..
atau menumpahkan sup di atas meja, karena penglihatanku berkurang
Aku harap kamu tidak memarahiku
Orang tua itu sensitif
selalu merasa bersalah saat kamu berteriak
Ketika pendengaranku semakin memburuk
dan aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan
Aku harap kamu tidak memanggilku "Tuli!"
Mohon ulangi apa yang kamu katakan atau menuliskannya
Maaf, Anakku...
Aku semakin tua
Ketika lututku mulai lemah,
aku harap kamu memiliki kesabaran untuk membantu ku bangun
Seperti bagaimana aku selalu membantu kamu saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan
Aku mohon, jangan bosan dengan ku
Ketika aku terus mengulangi apa yang ku katakan, seperti kaset rusak
Aku harap kamu terus mendengarkan aku
Tolong jangan mengejekku, atau bosan mendengarkanku
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan kamu ingin sebuah balon?
Kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulang sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan
Maafkan juga bauku
Tercium seperti orang yang sudah tua
Aku mohon jangan memaksaku untuk mandi..
Tubuhku lemah..
Orang tua mudah sakit karena mereka rentan terhadap dingin
Aku harap, aku tidak terlihat kotor bagimu
Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil?
Aku selalu mengejar-ngejar kamu..
Karena Kamu tidak ingin mandi
Aku harap kamu bisa bersabar dengan ku, ketika aku selalu rewel
Ini semua bagian dari menjadi tua,
kamu akan mengerti ketika kamu tua
Dan jika kamu memiliki waktu luang, aku harap kita bisa berbicara
Bahkan untuk beberapa menit
Aku selalu sendiri sepanjang waktu
dan tidak memiliki seseorang pun untuk di ajak bicara
Aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaan
Bahkan jika kamu tidak tertarik pada cerita ku,
Aku mohon berikan aku waktu untuk bersamamu
Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil?
Aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang mainanmu
Ketika Saatnya tiba..
dan aku hanya bisa terbaring sakit dan sakit
Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku
Maaf
kalau aku sengaja mengompol atau membuat berantakan
Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku
selama beberapa saat terakhir dalam hidupku
Aku mungkin, tidak akan bertahan lebih lama
Ketika waktu kematian ku datang
Aku harap kamu memegang tanganku
dan memberikanku kekuaran untuk menghadapi kematian
Janganlah sedih pada saat itu anakku
Kematian bukan hal yang menyakitkan
Dan kamu belum tahu rasa kematian seperti apa
Jika setelah itu kamu membuka lemari
Dan menemui bekas baju-bajuku..
Simpanlah..
Karna aku ingin kamu terus mengingatku..
Dan jangan khawatir..
Ketika aku bertemu dengan Sang Pencipta..
aku akan berbisik padaNya
untuk selalu memberikan BERKAH padamu
Karna kamu mencintai Ibu dan Ayahmu...
Terima kasih atas segala perhatianmu,nak
Kami Mencintai mu dengan kasih yang berlimpah.
Labels:
Inspirasi
Sudah Diatur OlehNya
Rejeki itu sudah ada yang mengatur, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan bagiannya. Ketika hidup mulai mensyukuri nikmat yang sudah diberikanNya, terlebih tidak melupakan orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan, maka kita pun akan mendapatkan bagian yang harus kita terima.
Suatu kali kami kehabisan beras, padahal gajian masih beberapa hari lagi. Uang di tangan hanya tinggal untuk ongkos beberapa hari saja sampai gajian tiba. Padahal beras harus dibeli, bila tidak, sore hari anak-anak tidak bisa makan.
Saya ingat bahwa kehabisan beras ketika sudah siang dan sedang berada di kantor. Yang saya ingat pula saya tidak meninggalkan uang sedikit pun kepada asisten di rumah untuk membeli beras. Tiba-tiba suami menelepon, “Bu, berasnya habis ya?” “Iya, dan saya lupa ngasih uang ke bude (panggilan asisten di rumah).” Saya menangkap tidak ada nada khawatir pada suami saya di telepon.
“Bu, itu tadi ada yang mengantar beras 1 karung besar, 50 kg,” sambung suami saya.
Saya tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengucapkan syukur atas anugerah Ilahi ini. Ketika saya kehabisan beras, Tuhan benar-benar mengirimkan beras ke rumah. Rupanya yang mengantarkan beras ke rumah adalah mantan murid suami yang kebetulan mempunyai usaha kelontong. Ia mengirimkan sebagai ucapan terima kasih. Yang saya lakukan kemudian membagi beras yang banyak itu dengan asisten di rumah untuk dibawanya pulang.Sumber.
Suatu kali kami kehabisan beras, padahal gajian masih beberapa hari lagi. Uang di tangan hanya tinggal untuk ongkos beberapa hari saja sampai gajian tiba. Padahal beras harus dibeli, bila tidak, sore hari anak-anak tidak bisa makan.
Saya ingat bahwa kehabisan beras ketika sudah siang dan sedang berada di kantor. Yang saya ingat pula saya tidak meninggalkan uang sedikit pun kepada asisten di rumah untuk membeli beras. Tiba-tiba suami menelepon, “Bu, berasnya habis ya?” “Iya, dan saya lupa ngasih uang ke bude (panggilan asisten di rumah).” Saya menangkap tidak ada nada khawatir pada suami saya di telepon.
“Bu, itu tadi ada yang mengantar beras 1 karung besar, 50 kg,” sambung suami saya.
Saya tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengucapkan syukur atas anugerah Ilahi ini. Ketika saya kehabisan beras, Tuhan benar-benar mengirimkan beras ke rumah. Rupanya yang mengantarkan beras ke rumah adalah mantan murid suami yang kebetulan mempunyai usaha kelontong. Ia mengirimkan sebagai ucapan terima kasih. Yang saya lakukan kemudian membagi beras yang banyak itu dengan asisten di rumah untuk dibawanya pulang.Sumber.
Labels:
Hikmah
Bertahan Hidup
Seekor keledai muda bertanya kepada kakeknya, “Bagaimana saya bisa tumbuh dan berkembang menjadi dewasa seperti Kakek?”
“Oh, gampang,” jawab si Kakek, “Jangan lupa, yang harus kamu lakukan adalah mengibas-ibas dan meloncat.”
“Apa artinya itu?” tanya si keledai muda penasaran. Sang Kakek menjawab, “Sekarang dengarkan, Kakek akan bercerita … Pada suatu hari ketika masih seusiamu, Kakek berjalan-jalan. Namun karena tidak hati-hati melihat ke depan, Kakek tercebur ke sbuah sumur tua, Kakek lalu meringkik dalam upaya berteriak dan meminta tolong. Akhirnya ada seorang petani lewat dan melongok ke dalam sumur. Saat itu rasanya aku sudah mau mati. Tapi eh…. si petani malah pergi. Terpaksa Kakek meringkuk dalam sumur semalaman.
“Esok harinya si petani datang lagi. Kali ini membawa serombongan orang. Mereka bergantian melongokkan kepalanya ke dalam sumur. Beberapa di antaranya malah tertawa. Lalu petani yang paling tua berkata, ‘Sumur ini kan sudah tak terpakai, lagi pula keledai kecil itu tidak berguna. Mari kita timbun saja.’
“Seperti dikomando, mereka mulai menimbuni sumur dengan sampah, tanah, dan kotoran-kotoran lain. Kakek sangat panik. Bayangkan, aku mau dikubur hidup-hidup! Aku harus berbuat sesuatu! Saat itu seonggok demi seonggok sampah menerpa punggung Kakek. Setiap kali Kakek mengibaskan sampah, tanah, dan kotoran itu, kemudian meloncat untuk menginjaknya. Begitu seterusnya, mengibas, dan meloncat. Mengibas, dan meloncat!
“Kakek memerangi rasa takut dengan terus mengibaskan sampah dan menginjaknya, sehingga lama kelamaan tubuh Kakek terangkat naik. Setelah hampir mencapai permukaan tanah Kakek meloncat dan lari. Selamat!
“Maka dari itu, bagaimanapun sulitnya kehidupan yang kamu hadapi, sebanyak apa pun masalah yang ada di pundakmu, ingat! Singkirkan semua itu dan loncatlah ke depan.” Sumber
“Oh, gampang,” jawab si Kakek, “Jangan lupa, yang harus kamu lakukan adalah mengibas-ibas dan meloncat.”
“Apa artinya itu?” tanya si keledai muda penasaran. Sang Kakek menjawab, “Sekarang dengarkan, Kakek akan bercerita … Pada suatu hari ketika masih seusiamu, Kakek berjalan-jalan. Namun karena tidak hati-hati melihat ke depan, Kakek tercebur ke sbuah sumur tua, Kakek lalu meringkik dalam upaya berteriak dan meminta tolong. Akhirnya ada seorang petani lewat dan melongok ke dalam sumur. Saat itu rasanya aku sudah mau mati. Tapi eh…. si petani malah pergi. Terpaksa Kakek meringkuk dalam sumur semalaman.
“Esok harinya si petani datang lagi. Kali ini membawa serombongan orang. Mereka bergantian melongokkan kepalanya ke dalam sumur. Beberapa di antaranya malah tertawa. Lalu petani yang paling tua berkata, ‘Sumur ini kan sudah tak terpakai, lagi pula keledai kecil itu tidak berguna. Mari kita timbun saja.’
“Seperti dikomando, mereka mulai menimbuni sumur dengan sampah, tanah, dan kotoran-kotoran lain. Kakek sangat panik. Bayangkan, aku mau dikubur hidup-hidup! Aku harus berbuat sesuatu! Saat itu seonggok demi seonggok sampah menerpa punggung Kakek. Setiap kali Kakek mengibaskan sampah, tanah, dan kotoran itu, kemudian meloncat untuk menginjaknya. Begitu seterusnya, mengibas, dan meloncat. Mengibas, dan meloncat!
“Kakek memerangi rasa takut dengan terus mengibaskan sampah dan menginjaknya, sehingga lama kelamaan tubuh Kakek terangkat naik. Setelah hampir mencapai permukaan tanah Kakek meloncat dan lari. Selamat!
“Maka dari itu, bagaimanapun sulitnya kehidupan yang kamu hadapi, sebanyak apa pun masalah yang ada di pundakmu, ingat! Singkirkan semua itu dan loncatlah ke depan.” Sumber
Labels:
Inspirasi
Kisah Kejujuran Dua Bocah
Mengajarkan kejujuran sejak dini akan membentuk pribadi yang bijaksana. Di tengah kerasnya kehidupan kota Jakarta, kita bisa bercermin kepada cerita dua bocah ini. Betapa setiap tetes rezeki harus diraih dengan berusaha. Tidak datang begitu saja.
Siang itu, saat melintas jembatan penyeberangan di sebuah jalan di kawasan segitiga emas Jakarta, saya berpapasan dengan dua bocah kurus, kumal, dan bermandikan keringat. Menenteng tas plastik hitam, mereka menawarkan tisu. Saya pun menolak tanpa peduli. Mereka membalas kecuekan saya dengan ucapan sopan, “Terima kasih Oom!”
Mereka lalu menawarkan dagangannya kepada orang lain yang lalu lalang di jembatan itu. Di ujung jembatan, teronggok kantong hitam stok tisu mereka. Saya melihatnya sepintas dan masih ada sekitar dua per tiga tisu berada di dalam kantung itu.
Ketika saya melintas kembali menuju kantor, dua bocah tadi sedang memperoleh pembeli, seorang wanita. Masih dengan senyum ceria mereka. Apalagi transaksi berhasil. “Terima kasih ya Mbak … Semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka. Tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah. Sayang, dua bocah itu tidak memiliki uang kembalian. Di sisi lain Mbak tadi juga tidak memiliki uang pas. Dengan sigap, salah satu dari mereka menghampiri saya yang berada tak jauh dari mereka. “Oom, boleh tukar uang enggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian pembelian makan siang tadi, Rp 4.000,-. Mungkin karena lama menunggu, Mbak pembeli tadi langsung bilang, “Ambil saja kembaliannya, Dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti. Secepat kilat ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, enggak apa-apa ambil saja!” Namun si anak berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf Mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan!”
Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah saya dan mereka. Uang Rp 10.000,- digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar, “Om, tunggu sebentar ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek!”
“Eeh ... enggak usah. Biar saja ... nih!” saya kembalikan lagi uang itu ke si kecil. Ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya. “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu ... sebentar.”
“Enggak apa-apa, itu buat kalian,” lanjut saya.
“Jangan Oom, itu uang Oom sama Mbak yang tadi juga,” anak itu bersikeras.
“Sudahlah. Saya ikhlas, Mbak tadi juga pasti ikhlas!” saya berusaha menyelesaikan persoalan ini. Namun ia tetap menghalangi saya sejenak sebelum berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat. Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh Oom, kalau kelamaan, maaf.” Ia memberi saya delapan pack tisu.
“Buat apa?” saya terbengong.
“Maaf, tukar pakai tisu saja dulu Oom. Habis teman saya lama sih.” Walau dikembalikan ia tetap menolak.
Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tisunya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tisu dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!” Mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup-sayup terdengar percakapan, “Duit Mbak tadi gimana?” suara kecil yang lain menyahut. “Lu hafal 'kan orangnya. Kali saja ketemu lagi ntar kita kasihin.”
Sesampai di meja kantor saya masih terpikir kejadian itu. Semoga mereka menjadi bijak seperti ungkapan Thomas Jefferson, presiden ke-3 AS, kejujuran adalah pelajaran pertama dari sebuah buku kebijaksanaan Sumber.
Siang itu, saat melintas jembatan penyeberangan di sebuah jalan di kawasan segitiga emas Jakarta, saya berpapasan dengan dua bocah kurus, kumal, dan bermandikan keringat. Menenteng tas plastik hitam, mereka menawarkan tisu. Saya pun menolak tanpa peduli. Mereka membalas kecuekan saya dengan ucapan sopan, “Terima kasih Oom!”
Mereka lalu menawarkan dagangannya kepada orang lain yang lalu lalang di jembatan itu. Di ujung jembatan, teronggok kantong hitam stok tisu mereka. Saya melihatnya sepintas dan masih ada sekitar dua per tiga tisu berada di dalam kantung itu.
Ketika saya melintas kembali menuju kantor, dua bocah tadi sedang memperoleh pembeli, seorang wanita. Masih dengan senyum ceria mereka. Apalagi transaksi berhasil. “Terima kasih ya Mbak … Semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka. Tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah. Sayang, dua bocah itu tidak memiliki uang kembalian. Di sisi lain Mbak tadi juga tidak memiliki uang pas. Dengan sigap, salah satu dari mereka menghampiri saya yang berada tak jauh dari mereka. “Oom, boleh tukar uang enggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian pembelian makan siang tadi, Rp 4.000,-. Mungkin karena lama menunggu, Mbak pembeli tadi langsung bilang, “Ambil saja kembaliannya, Dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti. Secepat kilat ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, enggak apa-apa ambil saja!” Namun si anak berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf Mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan!”
Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah saya dan mereka. Uang Rp 10.000,- digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar, “Om, tunggu sebentar ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek!”
“Eeh ... enggak usah. Biar saja ... nih!” saya kembalikan lagi uang itu ke si kecil. Ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya. “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu ... sebentar.”
“Enggak apa-apa, itu buat kalian,” lanjut saya.
“Jangan Oom, itu uang Oom sama Mbak yang tadi juga,” anak itu bersikeras.
“Sudahlah. Saya ikhlas, Mbak tadi juga pasti ikhlas!” saya berusaha menyelesaikan persoalan ini. Namun ia tetap menghalangi saya sejenak sebelum berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat. Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh Oom, kalau kelamaan, maaf.” Ia memberi saya delapan pack tisu.
“Buat apa?” saya terbengong.
“Maaf, tukar pakai tisu saja dulu Oom. Habis teman saya lama sih.” Walau dikembalikan ia tetap menolak.
Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tisunya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tisu dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!” Mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup-sayup terdengar percakapan, “Duit Mbak tadi gimana?” suara kecil yang lain menyahut. “Lu hafal 'kan orangnya. Kali saja ketemu lagi ntar kita kasihin.”
Sesampai di meja kantor saya masih terpikir kejadian itu. Semoga mereka menjadi bijak seperti ungkapan Thomas Jefferson, presiden ke-3 AS, kejujuran adalah pelajaran pertama dari sebuah buku kebijaksanaan Sumber.
Labels:
Hikmah
Langganan:
Postingan (Atom)