Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

11 Sep 2012

Tuhan Tidak Bercanda

  • i
Suatu kisah berikut semoga menginspirasi kehidupan sehari-hari kita agar dapat lebih menjaga lisan dalam keseharian. Sebuah kisah yang dituturkan sahabat Vemale dalam email, yang mengisahkan tentang ibu tirinya. Berikut kisahnya

Aku seorang ibu berumur 25 tahun. Sehari-harinya aku bekerja di sebuah perusahaan swasta, meninggalkan anak satu-satunya yang sengaja kutitipkan pada nenekku. Jauh sebelum aku menikah, dulunya aku tinggal bersama ayah dan ibu tiriku. Maklum, ibu kandungku meninggal sejak aku masih kecil.
Ibu tiri banyak dikenal dengan sebutan ibu yang jahat. Dan, itu memang benar terjadi. Selama tinggal bersama ibu tiriku, aku dan adikku selalu dijahati. Meski begitu, aku selalu menyabar-nyabarkan perasaan, tak ingin melukai hatinya. Toh, bagaimanapun dia yang merawat ayahku, menggantikan peran ibu kandungku.
---
Menjadi jahat mungkin bukan keinginan banyak orang, tetapi watak. Itulah watak yang tergambar dari wajah ibu tiriku. Selama hidupnya, dia selalu saja menyatakan hal-hal yang tidak pantas dibicarakan di muka umum. Yang menceritakan kehidupan rumah tanggalah, yang bilang tak dinafkahilah, semuanya diceritakan pada tetangga. Padahal, aku tahu pasti bahwa apa yang diceritakan adalah kebohongan semata.
Aku paham betul setiap bulannya ayahku menafkahinya dan anak-anaknya. Tetapi, masa iya begitu balasannya? Sungguh tak tahu diuntung.
---
Tahun 2011 lalu ayahku meninggal dunia. Seluruh harta warisan dan uang duka tak satupun ada di tanganku dan adikku. Semuanya beralih ke tangan ibu tiriku.
Seperti biasa, dia berbohong dengan mengatakan bahwa uang warisan, pensiunan, dan uang duka ayah tak tersisa. Padahal, aku yakin sekali bahwa seluruh uang dan harta milik ayah dia yang menguasai. Tapi, biarlah, untuk apa memperebutkan harta ayahku kalau aku dan suami sudah berpenghasilan sendiri. Meski tak banyak, aku yakin itu jauh lebih berkah dibandingkan dengan berbagi harta dengan ibu tiri jahat itu.
---
Selepas menikah, aku dan suami memutuskan untuk menempati rumah sendiri dari hasil kerja keras kami berdua semasa pacaran dulu. Ini semata-mata aku tak betah tinggal serumah dengan ibu tiriku. Jadilah aku pindah rumah.
Lama tak mendengar kabar ibu tiriku, beberapa minggu lalu aku mendapat informasi dari tanteku tentang ibu tiriku. Kabarnya, dia baru saja umroh dengan membawa tubuh yang tidak biasa.
Kukatakan tidak biasa karena dari tanah suci bukannya dia berubah menjadi alim, tetapi satu keanehan terjadi padanya. Tubuhnya melebar, menjadi sangat gembrot dengan mulut yang berantakan. Banyak tetangga bilang bahwa itu adalah balasan selama jahat dengan siapa saja dan suka mengumbar perkataan yang tidak sebenarnya.
Dan, yang lebih mengejutkan adalah dia tak bisa berjalan dengan gula darah yang sangat tinggi, yakni 600. Bisa dibayangkan, gula darah sebegitu tinggi dia tak juga meninggal. Ya, aku tahu terlalu kasar menyebutnya demikian. Tetapi, kalian tak tahu seberapa sakitnya hatiku dan adikku selama tinggal bersamanya. Bukan kasih sayang yang kudapat, malah cacian. Janji selalu menafkahi aku dan anakku pun hanya kabar angin.
Kini, ibu tiriku terbaring lemah di kamarnya dirawat oleh anak-anaknya. Meski dulunya tak bisa berjalan, ada satu perkembangan yang dikabarkan oleh tanteku, yakni dia sedikit sekali bisa berjalan.
Yang membuatku sadar akan kebesaran Tuhan adalah sebegitu jahatnya ibu tiriku padaku tetapi Tuhan tak juga memberinya batas umur saat itu juga. Mungkin, Tuhan memberinya waktu untuk bertaubat sebelum ajal benar-benar menjemputnya.
---
Sejahat-jahatnya orang pada sesamanya, tetapi jika Tuhan memberi kesempatan agar bertaubat sebelum ajal menjemput, kadang tak diindahkan maksud Tuhan yang demikian. Manusia, terlalu egois dengan segala kepentingan di dunia, hingga tak sadar akan kasih sayang Tuhan yang mahabesar.
---
Semoga kisah tersebut menjadi contoh bagi kita agar lebih berhati-hati dalam segala tindakan dan ucapan. Ingatlah, Tuhan tidak bercanda. Ia hanya ingin makhluk-Nya peduli terhadap sesama dan patuh terhadap perintah-Nya. Sumber

0 comments:

Posting Komentar