Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

4 Jun 2012

Tak Tahu, Maka Tak Paham

  • i
Saya bukan orang penyabar. Jadi, ketika ada hal di sekitar yang mengganggu atau tidak sesuai kehendak dan suasana hati, gampang sekali kepala ini naik pitam. Walau tak meledak kemana-mana, tapi dari raut wajah sudah amat terlihat bahwa saya sedang marah. Mendongkol kata orang.
 
Tak sedap sekali memang jika melihat wajah sendiri ketika cemberut dan kerut kening jadi satu ketika marah. Apalagi jika badan memang sedang lelah sehabis beraktivitas dan panas-panasan sepanjang jalan. Belum lagi debu menempel campur keringat. Tambah bikin suasana “panas”.
 
Kerap ketika ada orang yang ngebut saat mengemudi, merokok di kendaraan umum, atau membakar sampah di pagi hari saat orang-orang hilir mudik ke kantor atau sekolah dan amat butuh udara segar, wajah ini langsung merah. Ingin meledak, tapi tak bisa. Karena pembawaan saya yang memang tak suka menegur langsung orang, akhirnya saya hanya diam. Menampakkan muka cemberut ke arah orang-orang menyebalkan itu.
 
Dalam hati sumpah serapah yang seharusnya keluar dari mulut, menjadi berdesak-desakan masuk ke hati. Bingung memang bagaimana caranya mengelola perasaan sendiri. Gampang terlihat ketika kita hanya membaca atau mendengarkan ceramah pemuka agama yang menganjurkan sabar. Teorinya sederhana. Tapi praktiknya tak semudah mengedipkan mata.
 
Suatu kali saya berjalan terburu-buru, dikejar-kejar deadline dan harus bersusah-payah mencari waktu temu dengan pembimbing skripsi.  Badan amat capek, skripsi belum direvisi, dan pembimbing yang entah di mana rimbanya akhirnya membuat pikiran tak keruan. Wajah cemberut sepanjang hari dan langkah pun jadi tak tentu. Tabrak sana-sini.
 
Beberapa orang menampakkan muka tak sukanya pada saya. Saya tak acuh. “Bodo amat!” batin saya. “Gaktau apa orang lagi sibuk?”
 
Deg!
 
Ketika itulah tiba-tiba terbersit dalam pikiran: Mereka tidak tahu. Mereka memang belum tahu. Mereka marah karena mereka tak tahu kondisi saya dan saya pun melakukan tindakan yang sama ketika marah.
 
Kemudian saya mencoba berpikir jernih. Ada yang harus dikoreksi dari sikap sebelumnya. Tak tahu, maka tak paham bukan?
Maka, semuanya memang tentang rasa sabar. Juga pikiran baik. Mencoba memahami keadaan orang walau tak terlihat langsung di depan mata.
 
“Mungkin ada anggota keluarganya yang sakit sehingga ia harus buru-buru ke rumah sakit.” Atau, “Mungkin ia sedang ingin pipis?” begitu terka saya dalam hati, ketika ada yang ugal-ugalan membawa kendaraan, mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan hal yang mungkin sebenarnya tak diketahui orang banyak. Yang membuat kita hanya menilai kelakuan orang lain dari luar.
 
Lalu ketika ada yang merokok di tempat umum, “Mungkin bapak ini belum membaca peraturan yang tertulis di sini, atau ia lupa kali ya? Biasalah orang tua,” batin saya.
 
Walau keadaan sesungguhnya tak seperti itu, tapi terbukti hati ini jadi lebih lapang. Pikiran jadi lebih tenang dan senyum pun jadi lebih mengembang.
 
Tak mudah memang mengawalinya. Tapi, tak ada ruginya dicoba. Think positive!Sumber

0 comments:

Posting Komentar