Saat sebuah pengertian menjadi pegangan hidup sehari-hari, maka pertengkaran dapat diredam.
Ketika aku masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar, aku tahu bahwa ayah dan ibumu sama-sama sibuk. Ayahku bekerja di kantor akuntan sedangkan ibuku adalah ibu rumah tangga yang harus merawatku dan dua orang adik kembarku ku yang masih balita. Ibu mengurus semua pekerjaan rumah seorang diri tanpa bantuan pembantu.
Pada suatu malam, ibu hanya menyajikan makan malam berupa roti panggang yang diisi omelet, selada dan saus tomat. Sebuah hidangan yang lebih tepat untuk sarapan dibandingkan makan malam. Terlebih lagi, aku melihat roti panggang milik ayah sedikit gosong di beberapa bagian. Sebuah hidangan yang rasanya tak pantas untuk ayah yang telah banting tulang seharian.
Awalnya, aku menduga bahwa ayah tidak akan memakan roti panggang itu. Tetapi aku keliru, ayah tersenyum lalu menghabiskan hidangan tersebut tanpa protes ataupun wajah yang cemberut. Dan saat aku selesai makan, ibu meminta maaf karena roti panggang untuk ayah gosong. Dan ayah mengatakan..
"Tidak apa-apa, sayang. Aku justru suka roti panggang yang gosong,"
Agak aneh memang, karena itu saat jam tidur tiba (biasanya ayah masuk ke kamarku dan memberi ciuman pipi semoga mimpi indah), aku bertanya pada ayah, apakah benar dia menyukai roti panggang yang gosong? Kemudian ayah menjawab..
"Anakku, aku tahu ibumu telah mengalami hari yang sibuk dan sangat lelah di rumah ini. Aku tahu dia tidak sengaja membuat roti itu gosong, dan roti yang gosong itu tidak menyakiti siapapun,"
Sebuah pelajaran hidup yang tampak sederhana tetapi menjadi sebuah pengalaman yang luar biasa. Pada akhirnya aku tahu bahwa sebuah pengertian adalah hal yang diperlukan dalam menjalin sebuah hubungan. Bahwa terkadang timbul sebuah masalah yang sebenarnya tidak perlu diributkan. Hubungan yang abadi akan tercipta jika kedua belah pihak mau belajar untuk menerima kesalahan pasangannya dan tidak mengungkit-ungkit hal itu Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar