Suatu hari yang terik, seekor anjing kecil berjalan gontai menahan lapar. Jalannya saja nabrak sana nabrak sini. Dengan sedikit menajamkan penciumannya, si anjing kecil mencoba mengoyak-oyak tong sampah yang ada di sepanjang jalan perumahan itu. Dengan semangat serta tidak putus asa, si anjing kecil mencari dan mencari makanan yang masih bisa dia dapatkan untuk makan siangnya nanti.
Setelah mengais sana-sini, akhirnya ia pun mendapat tulang yang cukup besar. Dengan hati yang berbunga, dan air liur yang mulai menetes, perlahan-lahan digigitnya tulang tersebut erat-erat dan berlarilah ia pulang untuk menikmati santap siang istimewanya. Rencananya ia akan menyimpan sebagian dari tulang itu untuk santap malamnya nanti.
Ketika ia berlari dengan amat gembira menuju rumah tempat tinggalnya, ia melewati sebuah kolam ikan yang jernih airnya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan mendekat ke arah kolam itu. Ia sedikit terhenyak ketika melihat ada seekor anjing kecil lain yang tengah membawa tulang yang terlihat lebih besar dibandingkan miliknya. Ia semakin mendekat ke kolam ikan dan semakin jelas ia melihat anjing tersebut dengan tulang yang lebih besar dan lebih lezat tentunya.
“Wah, betapa beruntungnya anjing itu, ia begitu kecil tetapi mendapatkan tulang yang kelihatannya lebih besar dari yang kudapatkan,” pikir si anjing kecil. Mulailah terbit rasa tamaknya, rasa rakusnya, dan ia ingin segera merebut tulang yang sedang dibawa anjing itu. Tanpa pikir panjang, anjing kecil itu segera membuka mulutnya untuk merebut tulang dari anjing yang ia lihat dalam kolam itu.
Begitu dia membuka mulutnya…. ‘pluuung’ tulang dalam mulutnya terlepas dan jatuh masuk ke dalam kolam. Anehnya, ia pun melihat anjing di dalam kolam itu tidak lagi membawa tulangnya yang besar dan dia tidak dapat merebutnya.
“Ahh kemana tulang jatah makan siangku? Mengapa ia menghilang? Mengapa pula anjing kecil di dalam kolam itu juga kehilangan ‘tulangnya’ sebelum saya berhasil merebutnya… Oh tulangku sayang, oh perutku malang…?”
Dengan langkah berat dan hati sedih, anjing kecil itu berjalan pulang, dengan hanya bisa menjilat-jilat air liurnya sendiri dan sisa-sisa aroma tulang. Ia menangisi ‘tulangnya’ yang hilang gara-gara ketamakan ingin merebut tulang lain. Ia pun pulang ke rumahnya dengan menahan lapar yang dahsyat
Mencoba tidak lagi serakah untuk merebut apa yang bukan milik kita. Belajar untuk bersyukur kepada Tuhan atas apa saja yang Ia berikan pada kita, atas bakat dan talenta, prestasi dan hasil kerja kita. Sumber
0 comments:
Posting Komentar