Makanan junk food adalah makanan yang memiliki sedikit kandungan gizi, atau makanan yang sebetulnya kandungan nutrisinya cukup tapi mengandung zat-zat yang tidak sehat kalau dikonsumsi terus-menerus. “Yang pertama, makanan yang kandungan nutrisinya sedikit. Misalnya, makanan mengandung kalori, tetapi kandungan gizi lainnya sedikit atau tidak lengkap,” jelas spesialis gizi dari RS Pondok Indah , Jakarta, Dr. David Fajar P., MS, Sp.GK.
Sebagai contoh, sebuah apel dan makanan junk food yang sama-sama mengandung kalori sebesar 50 kalori. Meski sama-sama mempunyai kandungan 50 kalori, sebutir apel juga mengandung serat, vitamin, mineral, dan sebagainya. Sementara makanan junk food yang sama-sama mengandung 50 kalori, tidak mempunyai kandungan gizi lain (empty calorie ). Contohnya gula. ”Satu sendok gula mempunyai kandungan kalori yang sama dengan satu buah apel. Tetapi, gula hanya mengandung kalori, tidak mengandung yang lain-lain. Ini tentu tidak sehat,” kata David.
Yang kedua, junk food adalah makanan yang sebetulnya mempunyai kandungan nutrisi, tetapi kalau dikonsumsi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama menjadi tidak sehat. Contohnya burger , french fries , dan sebagainya. Di dalam makanan-makanan tersebut terkandung karbohidrat, protein, lemak, dan sebagainya, tetapi kalau setiap hari kita konsumsi, jadinya tidak sehat. Misalnya, karena mengandung lemak tidak baik atau lemak jenuh (saturated fat ), mengandung terlalu banyak garam, atau selalu disertai banyak gula. Atau dari minuman dalam bentuk soft drink , teh botol, dan sebagainya. Yang juga termasuk makanan junk food adalah makanan olah siap saji, seperti chicken nugget .
Serba Deep Fried
Selain kandungan yang dimiliki, makanan disebut junk food juga karena cara pengolahannya. “Cara pengolahan tentu berpengaruh. Junk food biasanya diolah dengan cara digoreng, terutama cara menggoreng deep fried ,” jelas David.
Cara penggorengan deep fried ini akan menyebabkan timbulnya lemak jenuh yang tidak sehat. Makanan junk food biasanya juga ready to eat (siap santap). Misalnya, pizza yang banyak ditemui dijual di supermarket. “Masaknya tinggal masukin ke microwave saja. Pasti, makanan-makanan ini mengandung zat-zat pengawet.”
Fast food atau makanan siap saji juga sama. Cara pengolahannya cepat dan umumnya diolah dengan cara digoreng. “Tidak mungkin makanan siap saji diolah dengan cara dikukus, karena pasti memakan waktu lama (slow food ) dan butuh teknik yang cukup. Cara paling cepat adalah digoreng,” lanjut David.
Risiko Diabetes
Lantas, apa saja risiko mengonsumsi junk food ? Yang jelas, kalau kebanyakan gula, ujung-ujungnya bisa terkena diabetes. Diabetes merupakan penyakit paling jahat dengan segala komplikasinya, yang berisiko penyakit jantung, stroke, ginjal, dan sebagainya.
Konsumsi garam dalam jumlah besar dan lama juga bisa menimbulkan berbagai penyakit, seperti hipertensi, jantung, stroke, dan beberapa jenis kanker. Belum lagi zat-zat pengawet yang juga bisa memicu kanker. “Konsumsi minyak jenuh juga berhubungan dengan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), yang ujung-ujungnya stroke dan jantung juga,” kata David.
Kenalkan Makanan Sehat
Bagaimana dengan anak-anak? Rasanya, dewasa ini junk food sudah menjadi sajian sehari-hari kebanyakan anak usia sekolah. Padahal, anak-anak sebetulnya sangat tidak dianjurkan mengonsumsi makanan junk food .
Anak-anak memiliki usia hidup yang lebih panjang daripada orang dewasa. Kalau selama masa hidupnya yang lebih panjang itu anak-anak mengonsumsi junk food lebih banyak dan lama, maka risiko kesehatan pun akan muncul, meski dalam jangka panjang. “Orang berusia 50 tahun paling hanya makan junk food selama beberapa tahun. Beda dengan anak usia 10 tahun. Kalau ia makan junk food terus sampai usia 50 tahun, berarti selama 40 tahun ia makan junk food . Tentu risiko terkena berbagai penyakit lebih besar,” lanjutnya.
Anak-anak suka makanan junk food karena rasanya yang spicy (pedas dan gurih). “Rasa spicy ini karena dimasukkan banyak bumbu ke dalamnya. Tinggi garam, banyak gula, dan banyak lemak. Belum lagi zat perasa dan zat pengawet lain. Ini menghasilkan rasa yang artifisial,” kata David sambil menambahkan banyaknya faktor yang menyebabkan anak mengonsumsi junk food . “Bisa jadi, orang tua tahu bahwa makanan yang disajikan tidak sehat, tapi karena kesibukan, sampai rumah sudah capek , lalu tidak mungkin lagi menyiapkan makanan sehat yang slow food . Jadi, faktornya banyak, mulai lingkungan sampai kebiasaan di keluarga,” tambahnya.
Untuk menghindarkan anak-anak dari junk food , sejak kecil sebaiknya mereka dikenalkan dengan makanan sehat. Misalnya, membiasakan anak makan sayur dan buah. Tak perlu buah impor, buah lokal pun bagus. “Orang tua juga harus memberikan contoh, jangan menyuruh anak makan sayur, tapi mereka sendiri tidak,” terang David.
Vitamin sebagai suplemen bisa diberikan, meski bukan keharusan. Kalau makanan yang disajikan sudah lengkap, vitamin sebetulnya tidak diperlukan. Kecuali pada kondisi tertentu, misalnya anak sakit, kelelahan, dan sebagainya.
Harus Seimbang
Bagaimana dengan makanan-makanan daerah/tradisional? Umumnya, makanan tradisional masih jauh lebih sehat ketimbang junk food . Namun, beberapa jenis masakan harus diwaspadai karena mengandung banyak lemak dan santan. Salah satu contohnya adalah masakan Padang.
“Ya, harus seimbang, jangan terlalu banyak santannya. Kalau terlalu banyak santan, akhirnya makanan menjadi tidak sehat. Sayurnya juga jangan dilupakan. Sebetulnya makanan lain, seperti ayam goreng, juga harus dikurangi lemaknya,” kata David sambil menekankan perlunya menyajikan menu sehat.
Menu sehat adalah menu dengan gizi seimbang, seperti yang terdapat dalam piramida makanan. Di dalamnya tercakup antara lain karbohidrat, bisa dari nasi, kentang, ubi, mi, dan sebagainya. Kemudian, harus ada sayuran dan buah-buahan segar. Lauknya harus mengandung protein, protein hewani, nabati, maupn susu. Protein hewani m isalnya daging, telur, ayam, ikan. Sementara protein nabati misalnya kacang-kacangan (tempe dan tahu), serta keju atau yogurt sebagai sumber protein susu. “Gunakan minyak, garam, dan gula secukupnya. Sedikit saja, tak perlu semua makanan diberi garam,” jelas David.
Dikutip dari: tabloidnova
0 comments:
Posting Komentar