Kedewasaan fisik-biologis bagi manusia tak dapat ditolak dan ditentang apalagi dipungkiri karena itu sudah menjadi hukum alam (natural) hal yang pasti adanya,sedangkan kedewasaan psikis- spiritual tak serta merta tumbuh subur bersamaan dengan bertambahnya umur dan berkurangnya jatah kehidupan yang telah digariskan padanya semenjak ia diciptakan.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa,umur tak dapat dijadikan tolak ukur kedewasaan psikis-spritual seseorang,pasalnya kedewasaan psikis-spritual merupakan sebuah pilihan. jika dia memilihnya maka kedewasaan dimaksud akan tampak dan ditemukan dalam dirinya tak peduli kadar umur yang mengarunginya,sebaliknya jika dia berpaling menjauh tanpa memilih maka kedewasaan itu enggan menyapanya apalagi menemuinya. Bukti fenominalnya sudah tak jarang kita temui,banyak orang yang umurnya sudah cukup tua belum merasai kedewasaan, juga tak sedikit dari anak muda yang umurnya masih belum seberapa telah menjadi dewasa.
Sebelum melangkah lebih jauh marilah kita runut kembali arti dewasa secara bahasa. Dewasa mencakup dua istilah,adult dan nature.adult dimaknai kedewasaan secara fisik,usia dan biologis bentuk penggambaran tentang kedewasaan secara alamiah,sedangkan nature lebih pada pematangan sikap dan pola pikiran yang belum tentu berbandiang lurus dengan usianya.
Dari kedua istilah diatas kita dapat membaca dan mendobrak bahwa kedewasan terklasifikasi menjadi dua sebagai mana telah disinggung diatas yaitu: kedewasaan alamiah dan kedewasaan ikhtiyariah. Namun penulis lebih menitikberatkan pada kedewasaan iktiyariah disebabakab kedewasaan alamiah sudah pasti adanya tak usah dipermasalahkan dan diperdebatkan.
Kedewasaan ikhtiyariah tidak mudah untuk didapat tanpa melalui usaha mematangkan pola pikirnya,kesalehan sikapnya dan kecerdasan emosinya.kematangan pola pikirnya akan menjadikan ia jeli melihat permasalahan dan tepat mengambil keputusan.kesalehan sikapnya akan memberi peluang untuk menghormati dan menghargai orang lain yang begitu tanpak dalam refleksi dirinya dalam kehidupan sehari-hari.sedangkan kecerdasan emosinya menjadikan ia piawai dalam mengendalikan dirinya,ia sangat faham kapan saat harus marah,diam dan mendengarkan,ia tahu betul menempatkan pada porsinya.
Namun bagaimanakah untuk menuju itu semu? Pertanyaan yang sulit untuk dicari jawabannya. Tapi penulis berusaha memberi jawaban,hasilanya adalah,pertama adanya keyakinan yang kokoh dalam diri kita bahwa kita masih jauh dari kedewasaan dan kematangan kemudian keyakinan itu harus diimbangi atau disertai dengan kesadaran untuk melawan image yang ada.tidak atau belum dewasa terkesan citra yang negative maka diharuskang menggali sisi positifnya sebagai bentuk perlawanan.
Kedua adalah memandang persoalan yang kita hadapi sebagai bentuk kajian terhadap diri kita sendiri.dalam artian untuk menanam kematangan kita perlu berdamai dengan diri sendiri dulu,memandang diri dengan sportif dan adil bahwa kita tak cuma punya kekurangan tapi juga punya kelebihan, selalu ada sisi positif dan negatifnya dalam keperibadian kita.hal ini memerlukan ketenangan yang mendalam kejernihan yang luar biasa dan keceriaan yang tak terbatas.
Alhasil untuk menjadi dewasa kita dituntut untuk selalu punya niat janji dan upaya untuk menjadi lebih baik,lebih manis,lebih menyenangkan,lebih penuh cinta, lebih peduli,lebih bermanfaat bagi orang lain dan lebih siap menghadapi apapun dan siapapun
Dikutip dari:kompasiana.com
0 comments:
Posting Komentar